3 Daerah Batasi Retail Modern, Respons Alfamart dan Indomaret?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 7 Oktober 2019 10:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang tahun ini tercatat setidaknya sudah tiga daerah yang mengumumkan rencananya untuk membatasi pendirian gerai retail modern. Ketiga daerah itu adalah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.
Pemerintah daerah di tiga daerah itu memiliki alasan serupa untuk melakukan moratorium. Mereka beralasan ingin melindungi pasar tradisional dan toko kelontong terhadap persaingan tidak seimbang dengan retail modern.
Data Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia atau Aprindo menyebutkan jumlah retail modern yang ada di Indonesia pada 2018 mencapai 45.972 gerai. Jumah itu terdiri dari hypermarket 263 gerai, supermarket 1.283 gerai dan minimarket 44.626 gerai.
Corporate Affairs Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Solihin mengatakan kebijakan di tiap daerah terkait dengan pembatasan gerai retail modern menjadi kendala tersendiri yang harus dihadapi perusahaannya. Kebijakan itu menambah beban perusahaannya dan mitra waralabanya yang selama ini dihadapkan pada rumitnya pengurusan izin pendirian usaha.
Meski begitu, kata Solihin, Alfamart tak gentar. "Kami tidak terlalu memusingkannya. Kami akan berusaha berekspansi ke daerah lain yang memang masih memiliki ceruk pasar yang luas dan masih mudah untuk kami lakukan pengembangan bisnis,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan oleh Direktur Pemasaran PT Indomarco Prismatama, Wiwiek Yusuf. Ia yakin masih ada banyak daerah yang terbuka bagi perusahaannya untuk berekspansi dan menambah jumlah gerainya.
<!--more-->
“Kami belum terlalu khawatir dengan kebijakan sejumlah daerah yang membatasi izin baru untuk mendirikan gerai," ucapnya. Pasalnya, menurut Wiwiek, masih ada banyak pemerintah daerah yang justru ingin Indomaret masuk ke daerah tersebut. "Karena mereka sadar, retail modern bisa menjadi mesin ekonomi baru."
Wiwiek menjelaskan, Indomaret dalam perjalanan bisnisnya akan senantiasa mematuhi ketentuan yang diberlakukan oleh masing-masing daerah. Namun demikian, dia berharap moratorium seperti yang telah dilakukan sejumlah daerah tidak menular di daerah-daerah lain yang sejatinya jumlah retail modernnya masih sangat terbatas.
Sementara itu, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menyayangkan sejumlah daerah sering kali melakukan pembatasan jumlah gerai retail ritel modern tanpa melakukan kajian akademis. Selama ini, menurut dia, pembatasan jumlah gerai retail modern sering kali hanya didasarkan kepada alasan melindungi toko tradisional.
“Kalau pembatasan atau moratorium dilakukan karena jumlah gerai sudah terlalu banyak di satu daerah, itu wajar menurut saya. Namun kalau dalihnya untuk melindungi toko tradisional dan perekonomian masyarakat, menurut saya tidak tepat,” ujarnya belum lama ini.
Padahal adanya retail modern selama ini, kata Roy, justru dapat membantu pertumbuhan ekonomi daerah. Sebab, toko retail modern selalu melibatkan usaha kecil dan menengah serta masyarakat daerah dalam rantai pasok di bisnis tersebut.
Terlebih, para pebisnis di sektor tersebut tidak bisa berbuat banyak lantaran kebijakan pemberian izin pendirian gerai retail modern sepenuhnya diatur oleh pemerintah daerah melalui sistem zonasi. “Kami juga berharap diajak komunikasi oleh pemerintah daerah untuk membahas tiap kebijakan. Sebab selama ini kami jarang dilibatkan dalam beberapa kebijakan, termasuk moratorium jumlah gerai ritel modern,” kata Roy.
BISNIS