Restrukturasi jadi Opsi Utama Perbankan Atasi Kredit Bermasalah

Kamis, 3 Oktober 2019 07:52 WIB

Pegawai Bank Riau-Kepri menyiapkan uang kertas baru saat membuka layanan penukaran uang oleh Bank Indonesia (BI), BRI dan Bank Riau-Kepri di Kota Pekanbaru, Riau, Senin 13 Mei 2019. BI menggandeng bank umum untuk membuka layanan penukaran uang untuk keperluan Idul Fitri 1440 Hijriah, yang mengambil lokasi di pasar tradisional dan pusat perkantoran. ANTARA FOTO/FB Anggoro

TEMPO.CO, Jakarta -Restrukturisasi masih menjadi opsi utama perbankan dalam mengatasi kredit bermasalah lantaran kondisi perekonomian nasional dianggap belum membaik. Kondisi ini mengakibatkan perlambatan pertumbuhan kredit hingga ancaman likuiditas terhadap penempatan dana korporasi di bank.

Salah satu akibat kondisi perekonomian saat ini terlihat dari banyaknya perusahaan tambang yang berurusan dengan pengadilan karena masalah utang piutang. Tak hanya itu, perkara yang dialami anak usaha Duniatex Group, membuat perusahaan tekstil ini menghadapi gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan meminta restrukturisasi dari kreditur sejak beberapa bulan lalu.

Potensi naiknya permintaan restrukturisasi kredit ditanggapi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Menurut Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo, tak tertutup kemungkinan perseroan akan gencar melakukan restrukturisasi jika kondisi memaksa.

“Kalau memang arahnya seperti yang ada ya kami akan restrukturisasi,” ujar Haru di Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2019.

Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian interim, hingga akhir semester I/2019 nilai kredit yang sudah direstrukturisasi BRI naik 21,03 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp52,93 triliun. Namun, Haru menyebut nilai kredit yang direstrukturisasi relatif stabil per Agustus 2019.

Advertising
Advertising

“Sampai Agustus 2019 kredit restrukturisasi BRI sebesar Rp52 triliun atau sekitar 6 persen dari total kredit bank. Angka ini relatif stabil dibandingkan periode sama tahun lalu,” ujarnya.

Tanggapan lain diberikan PT Bank OCBC NISP Tbk. Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan, pelaksanaan restrukturisasi masih akan berlanjut melihat kondisi perekonomian yang belum kondusif hingga kuartal III/2019.

Berdasarkan laporan keuangan OCBC NISP, hingga akhir semester I/2019 pembiayaan yang telah direstrukturisasi mencapai Rp2,28 triliun. Nilai ini menurun 31,73 persen secara tahunan dibanding restrukturisasi semester I/2018 senilai Rp3,34 triliun.

“Risiko kredit masih menjadi fokus perbankan saat ini, dimana restructuring menjadi salah satu opsi. Kedepan kelihatannya hal ini masih akan berlanjut karena kondisi makro yang belum kondusif,” ujar Parwati kepada Bisnis, Selasa, 1 Oktober 2019.

Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mengaku sudah memiliki langkah guna meminimalisir dampak perlambatan ekonomi global terhadap debitur khususnya di sektor pertambangan. Bank memitigasi risiko sejak dini melalui loan exposure limit atau pembatasan penyaluran kredit.

Menurut SEVP Remedial and Recovery BNI A. A. G. Agung Dharmawan, pada tahap paling dini bank melakukan upaya restrukturisasi kredit agar menjaga status kolektibilitas tetap lancar. Pada tahap selanjutnya, bila proses sebelumnya tidak optimal, bank melakukan program recovery atau jual jaminan dalam upaya mengoptimalkan tingkat pengembalian atas kreditnya (recovery rate).

Sepanjang tahun ini, hingga kuartal ketiga tren tingkat pengembangan dari debitur komoditas berlangsung baik dan optimal. “Hal ini karena debitur kami terbilan kooperatif dan mendukung,” kata Agung kepada Bisnis.

Tanggapan lain disampaikan Bank MUFG. Managing Director, Head of Global Corporate & Institutional Banking MUFG for Indonesia Pancaran Affendi menuturkan, perusahaannya telah menerapkan strategi selektif dalam menyalurkan kredit kepada debitur baru maupun debitur eksisting.

MUFG juga telah mendapat anjuran langsung untuk menjaga kualitas kredit khususnya ke perusahaan di sektor pertambangan. "Kredit kami akan tetap baik. restrukturisasi kami masih akan tetap rendah dan stabil, seperti tahun lalu," katanya kepada Bisnis.

Berdasarkan laporan tahunan, total kredit yang telah direstrukturisasi MUFG tahun lalu Rp 5,18 miliar. Nilai ini bahkan turun dari 2017 yang mencapai Rp5,62 miliar. Padahal, penyaluran kredit tumbuh pada 2018 tumbuh 10,9%.

Berita terkait

Pemerintah Dorong Lembaga Keuangan Prioritaskan Kredit untuk Difabel

14 jam lalu

Pemerintah Dorong Lembaga Keuangan Prioritaskan Kredit untuk Difabel

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendorong lembaga keuangan penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memprioritaskan kalangan difabel.

Baca Selengkapnya

Chandra Asri Raih Pendapatan Bersih US$ 472 Juta

1 hari lalu

Chandra Asri Raih Pendapatan Bersih US$ 472 Juta

PT Chandra Asri Pacific Tbk. (Chandra Asri Group) meraih pendapatan bersih US$ 472 juta per kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

OCBC NISP Cetak Laba Bersih Rp 1,17 Triliun di kuartal I 2024

1 hari lalu

OCBC NISP Cetak Laba Bersih Rp 1,17 Triliun di kuartal I 2024

PT Bank OCBC NISP Tbk. mencetak laba bersih yang naik 13 persen secara tahunan (year on year/YoY) menjadi sebesar Rp 1,17 triliun pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Realisasi Kredit Bank Mandiri Kuartal I 2024 Tembus Rp 1.435 Triliun

2 hari lalu

Realisasi Kredit Bank Mandiri Kuartal I 2024 Tembus Rp 1.435 Triliun

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. telah menyalurkan kredit konsolidasi sebesar Rp 1.435 triliun pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

2 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

3 hari lalu

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

Tiga bulan pertama 2024, kredit BNI utamanya terdistribusi ke segmen kredit korporasi swasta.

Baca Selengkapnya

Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

3 hari lalu

Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia buka suara soal dominasi penanaman modal asing (PMA) atau investasi asing ke sektor hilirisasi di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

4 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

4 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

7 hari lalu

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

BTN mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 7,4 persen menjadi Rp 860 miliar pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya