Maskapai di Indonesia yang juga menggunakan pesawat Boeing 737 Max 8 yakni Sriwijaya Air. Di seluruh dunia dilaporkan terdapat 350 unit Boeing 737 MAX 8. Saat ini, selain negara juga ada maskapai yang memutuskan untuk melarang pesawat tersebut terbang. Dok.TEMPO/Fahmi Ali
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air resmi rujuk hari ini, Selasa, 1 Oktober 2019. Kedua entitas tersebut bakal melanjutkan kerja sama manajemen atau KSM setelah sempat renggang lantaran adanya ketidaksepakatan antara pemegang saham Sriwijaya dan manajemen Garuda Indonesia.
"Saya baru saja mendapat briefing. Alhamdulillah begitu (rujuk)," kata Direktur Quality , Safety, dan Security Sriwijaya Air, Toto Soebandoro kepada Tempo pada Selasa pagi.
Tempo telah mencoba menghubungi Vice President Corporate Secretary Ikhsan Rosan untuk mengkonfirmasi kabar tersebut. Namun Ikhsan belum berkenan menggamblangkan informasi.
Ia hanya memastikan bakal ada keterangan resmi dari Citilink Indonesia, anak usaha Garuda Indonesia, hari ini. Adapun informasi soal rujuknya kedua maskapai ini juga disampaikan Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan Capt Avirianto.
“Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia Group akan resetting kerja sama mereka,” ujar Avirianto saat dihubungi Tempo pada Senin, 30 September 2019.
Avirianto mengatakan rencana itu telah dibahas dalam rapat bersama jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang dipimpin Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Menurut Avi, Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia juga sudah menemui Menteri BUMN Rini Soemarno untuk merembuk kelanjutan nasib perusahaan milik keluarga Lie itu.
Setelah rujuk, anak perusahaan Garuda Indonesia Group, yakni Garuda Maintenance Facility atau GMF dan Gapura Angkasa bakal kembali menggarap perawatan mesin milik Sriwijaya. Menurut Avirianto, KSM akan memilihkan kondisi operasional Sriwijaya seperti sediakala.
Operasional Sriwijaya Air sebelumnya telah terancam berhenti. Toto Subandoro mengaku telah meminta Jefferson memberhentikan sementara seluruh operasional pesawat menyusul insiden kisruh atau dispute dengan Garuda Indonesia. Toto mengatakan seluruh poin penilaian dari identifikasi dan pengendalian risiko atau Hira menunjukkan ambang merah atau terjadi gangguan.
“Setelah diksusi dengan Diektur Teknik dan Direktur Operasi sebagai pelaksana safety, kami merekomendasikan Sriwijaya Air stop sementara beberapa hari ke depan untuk memprioritaskan keamanan,” ujar Toto.
Toto mengatakan ia telah mengajukan surat rekomendasi pemberhentian operasional tersebut ke Pelaksana Tugas Direktur Utama Sriwijaya Air, Jefferson I. Jauwena pada Ahad, 29 September 2019. Surat bernomor 096/DV/INT/SJY/IX/2019 itu menyebut ketersediaan toolsm equipment, minimum spare, dan jumlah teknisi berkualifikasi di Sriwijaya Air yang dilaporkan kepada Kementerian Perhubungan beberapa hari lalu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Saat ini, suku cadang Sriwijaya Air seperti oli, minim. Kondisi ban pesawat juga tidak lagi prima dan stok untuk beberapa peralatan operasional pesawat lain terbatas. Adapun setelah kisruh dengan Garuda Indonesia, Sriwijaya belum menjalin kerja sama dengan entitas perbaikan dan pemeliharaan pesawat menggantikan Garuda Manufacture Facility alias GMF dan Gapura Angkasa.
Kondisi tersebut menunjukkan posisi perusahaan berada pada risk index alias berada dalam zona merah berdasarkan proses identifikasi dan pengendalian risiko atau Hira. Dengan begitu, Sriwijaya Air perlu mengadakan perbaikan menyeluruh.