Iuran BPJS Kesehatan Naik, Fadli Zon: Tak Cerminkan Fungsi Sosial

Senin, 9 September 2019 10:44 WIB

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon ditemui awak media setelah menjenguk dua tersangka makar yaitu Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma di Polda Metro Jaya, Rabu, 29 Mei 2019. Tempo/M Yusuf Manurung

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan ditentang oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon. Ia menilai kenaikan iuran tidak mencerminkan fungsi sosial yang seharusnya diemban BPJS Kesehatan.

Fadli Zon menilai kenaikan premi BPJS Kesehatan, menurut Fadli Zon, semestinya tidak harus dibebankan kepada masyarakat. Hal tersebut juga secara otomatis melawan logika unsur jaminan sosial.

Jika merujuk pada perhitungan awal pendirian BPJS, menurut dia, premi yang dibayarkan memang tidak akan pernah mencukupi pembiayaan. "Di sinilah letak kesalahan kita meletakkan BPJS seolah perusahaan asuransi murni. Negara mestinya mendudukkan sistem jaminan sosial sebagai instrumen dari produktivitas warganya,” ujar Fadli Zon seperti dikutip dari keterangan resminya, Ahad, 8 September 2019.

Terlebih, kata Fadli Zon, konstitusi sudah mengamanatkan pemerintah untuk menjalankan amanat Undang-undang yang menyatakan setiap orang berhak sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan berhak memperoleh layanan kesehatan. “Siapa pun yang berkuasa di Indonesia harus menjalankan amanat konstitusi," ucapnya.

Berangkat dari premis ini pula, setiap persoalan yang berkait dengan BPJS Kesehatan tak bisa langsung dilarikan ke logika rezim aktuaria kesehatan. Sebab BPJS bukanlah asuransi murni tapi sistem jaminan sosial. "Karena BPJS instrumen jaminan sosial oleh negara, maka negara mestinya mempertimbangkan kemampuan warga dalam membayar iuran."

Advertising
Advertising

Fadli Zon menilai, pembebanan premi yang dibayarkan warga bisa merusak banyak hal, mulai sistem pengupahan, kesejahteraan tenaga kerja, dan lain-lain. Usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagai cara untuk mengatasi defisit juga dinilai sangat ironis.

Di satu sisi pemerintah ingin menaikkan iuran, kata dia, tapi di sisi lain ada defisit. Dengan pengurangan manfaat atau tanggungan berupa obat-obatan bagi pasien peserta BPJS Kesehatan, Fadli Zon menyebutkan saat ini sudah terjadi penyelenggaraan jaminan sosial yang buruk. "Perlu evaluasi menyangkut kelembagaan, keorganisasian, SDM, dan sejauh mana sistem dalam BPJS itu berjalan transparan dan akuntabel,” katanya.

<!--more-->

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan usulan kenaikan premi untuk memperbaiki defisit anggaran keuangan di BPJS Kesehatan yang tahun ini memburuk hingga Rp 32,8 triliun. Usulan kenaikan tersebut untuk peserta jaminan kelas I menjadi Rp 160 ribu, kelas II menjadi Rp 110 ribu dan kelas III menjadi Rp 25.500 per bulan. Kenaikan tersebut direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2020.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menegaskan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya diberlakukan bagi peserta mandiri. Sedangkan iuran penduduk miskin dan tak mampu tetap dibayar oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Saat ini, sebanyak 96,6 juta penduduk miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah Pusat melalui APBN yang disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sedangkan, sebanyak 37,3 juta jiwa lainnya iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah melalui APBD.

Sedangkan untuk pekerja penerima upah, baik aparatur sipil negara (ASN) pusat dan daerah, TNI, Polri dan pekerja swasta, penyesuaian iuran akan ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.

Nufransa menambahkan setiap tahun program JKN mengalami defisit sebesar Rp1,9 triliun tahun 2014, kemudian Rp 9,4 triliun (2015), Rp 6,7 triliun (2016), Rp 13,8 triliun (2017), dan Rp 19,4 triliun (2018).

Untuk mengatasi defisit JKN itu, Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk Penanaman Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5 triliun (2015) dan Rp 6,8 triliun (2016) serta bantuan dalam bentuk bantuan belanja APBN sebesar Rp 3,6 triliun (2017) dan Rp 10,3 triliun (2018).

"Tanpa dilakukan kenaikan iuran, defisit JKN akan terus meningkat, yang diperkirakan akan mencapai Rp 32 triliun pada tahun 2019, dan meningkat menjadi Rp 44 triliun pada 2020 dan Rp 56 triliun pada 2021," ujar Nufransa.

BISNIS

Berita terkait

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

6 jam lalu

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah pada triwulan I 2024 mengalami depresiasi 2,89 persen ytd sampai 28 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

7 jam lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

7 jam lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

2 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

2 hari lalu

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kekuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk efektivitas transisi energi.

Baca Selengkapnya

Program JKN Bisa Layani Pengobatan dengan KTP

3 hari lalu

Program JKN Bisa Layani Pengobatan dengan KTP

Salah satu kemudahan yang diberikan saat ini adalah peserta JKN aktif dapat berobat hanya dengan menunjukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Baca Selengkapnya

Aplikasi Mobile JKN Mudahkan Masyarakat Jalani Pengobatan

3 hari lalu

Aplikasi Mobile JKN Mudahkan Masyarakat Jalani Pengobatan

Kehadiran aplikasi Mobile JKN kemudahan layanan kesehatan bagi peserta JKN

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Ikappi Respons Isu Pembatasan Operasional Warung Madura, Tips Hindari Denda Barang Impor

3 hari lalu

Terkini Bisnis: Ikappi Respons Isu Pembatasan Operasional Warung Madura, Tips Hindari Denda Barang Impor

Ikappi merespons ramainya isu Kementerian Koperasi dan UKM membatasi jam operasional warung kelontong atau warung madura.

Baca Selengkapnya

Respons Sri Mulyani Soal Sorotan Publik ke Bea Cukai, Berikut Tips Hindari Denda Barang Impor

3 hari lalu

Respons Sri Mulyani Soal Sorotan Publik ke Bea Cukai, Berikut Tips Hindari Denda Barang Impor

Kerap kali barang impor bisa terkena harga denda dari Bea Cukai yang sangat tinggi. Bagaimana respons Menteri Keuangan Sri Mulyani?

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

3 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya