Blue Bird Masih Gelontorkan Subsidi Operasional Taksi Listrik
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Dewi Rina Cahyani
Senin, 9 September 2019 09:44 WIB
Tempo.Co, Jakarta – Manajemen PT Blue Bird Tbk masih menggelontorkan subsidi untuk operasional taksi listrik. Selain untuk mengimpor armada, subsidi digunakan untuk membuat charging station hingga membiayai ongkos setrum kendaraan.
“Khususnya untuk pengisian bahan bakar, kami mesti menyediakan infrastruktur sendiri karena saat ini jumlah stasiun pengisian bahan bakar listrik belum banyak,” ujar Direktur Utama Blue Bird Noni Purnomo di kasawasan SCBD, Jakarta, Ahad petang, 8 September 2019.
Blue Bird berencana mendatangkan 200 armada taksi listrik lagi hingga 2020 nanti. Saat ini, perseroan berlogo burung merpati itu hanya memiliki 30 unit armada hemat energi dengan merek Tesla dan BYD.
Untuk menambah armada listrik, Blue Bird meminta pemerintah, khususnya melalui Perusahaan Listrik Negara atau PLN, memberikan dukungan. Misalnya dengan menggelontorkan insentif fiskal untuk membiayai ongkos setrum kendaraan.
“Saat ini kan kami mendapat harga setrum untuk taksi listrik Rp 1.041 per kWh. Kalau bisa kami akan minta PLN memberikan harga lebih rendah lagi,” ujarnya.
Selain itu, perseroan mendorong pemerintah menambah jumlah SPBL di Jakarta dan sekitarnya untuk mendukung jalannya kendaraan-kendaraan listrik. Noni mengakui saat ini jumlah SPBL masih minim. Saat ini, untuk mengisi daya, taksi listrik mesti kembali ke kantor Blue Bird atau ke Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Noni menyebut, sebenarnya peminat angkutan taksi listrik membludak. Konsumen terbesar berasal dari kelompok wisatawan yang ingin menjajal sensasi naik mobil hemat energi.
“Makanya kami taruh semua armada taksi listrik saat ini di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Selain untuk mendukung eco-green airport, permintaan banyak,” tuturnya.
Namun, saat ini perusahaan masih terbatas mengimpor armada karena minimnya infratsruktur. Selain itu, harga mobil listrik masih terlampau tinggi. Taksi listrik milik Blue Bird dengan merek Tesla, misalnya, harus diimpor dengan harga RP 2,5 miliar per satu unit. Sedangkan merek BYD Rp 600 jutaan.
Harga taksi listrik yang diimpor Blue Bird saat ini 5-6 kali lebih mahal dari harga taksi reguler milik perusahaan. “Padahal ongkos taksi kami kenakan sama, setara dengan harga taksi reguler,” ujar Noni.