Mengintip Strategi Bisnis dan Investasi Mobil Esemka
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 6 September 2019 20:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Solo Manufaktur Kreasi atau Esemka siap memasuki pasar usai fasilitas produksinya resmi beroperasi. Perusahaan telah merakit 400 unit kendaraan niaga ringan seri Bima dengan varian mesin 1.200 cc dan 1.300 cc sebagai permulaan. "Saat ini sudah siap dikirimkan ke konsumen," ujar Presiden Direktur Esemka, Eddy Wirajaya, Jumat 6 September 2019.
Eddy cukup optimistis mobil Bima memiliki pangsa pasar yang besar. Harga yang ditawarkan di kisaran Rp 95 juta per unit dianggap menarik, khususnya bagi konsumen di pedesaan dan kota-kota kecil. Spesifikasi kendaraan itu juga diklaim tak kalah dengan produk Jepang seperti Suzuki, Daihatsu, dan Mitsubishi yang menjadi andalan di pasar tersebut.
Selain kendaraan niaga ringan, Esemka berencana mengembangkan kendaraan penumpang. Perusahaan telah memiliki sejumlah prototip seperti Garuda dan Rajawali. Namun Eddy menyatakan pengembangan itu masih menunggu momentum.
Produksi kendaraan Esemka saat ini dilakukan di Desa Demangan, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Esemka membangun fasilitas di atas lahan seluas 115 ribu meter persegi dengan investasi senilai Rp 600 miliar. Perusahaan baru memanfaatkan 12.500 meter persegi lahan. Sisanya, menurut Eddy, akan dimanfaatkan untuk pengembangan pabrik di masa mendatang.
<!--more-->
Fasilitas itu baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo, kemarin. Peresmian sekaligus menandakan peluncuran mobil Esemka yang sudah terkatung-katung selama beberapa tahun terakhir. Mobil Esemka pada awalnya ditargetkan meluncur pada Agustus 2016. Namun perusahaan menundanya hingga Agustus 2017 hingga baru terlaksana tahun ini.
Jokowi mengatakan kehadiran mobil Esemka merupakan awal dari efek berantai dari sektor industri komponen otomotif dalam negeri untuk tumbuh. "Kendati Esemka bukan mobil nasional, sebagai produk dalam negeri, tentu kehadirannya memberikan efek penting bagi pergerakan ekonomi," ujarnya.
Untuk pemasaran, Esemka menjalin kerja sama dengan beberapa mitra, salah satunya Unisat Oto Internasional. Perusahaan tersebut memiliki tujuh outlet sales, services, and sparepart (3S) di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. "Kami menargetkan membangun 100 outlet 3S di seluruh Indonesia," kata Direktur Unisat Oto Internasional, Hady Hartanto. Saat ini perusahaan tengah menjajaki peluang membuka dua outlet di Timor Leste.
Perusahaan juga bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Badan Usaha Milik Desa untuk memasarkan kendaraan tersebut. Ketua Umum Komite Nasional Dewan IKM Indonesia, Irwan Wijaya HS, mengatakan potensi di UMKM hingga pertengahan tahun depan diperkirakan mencapai 13 ribu unit. Angka itu didapat dari survei internal pelaku UMKM.
<!--more-->
Irwan mengatakan tingginya permintaan dipicu kesesuaian spesifikasi yang ditawarkan Esemka dengan kebutuhan pelaku UKM. "Kebutuhan di sektor UKM ini beragam, mulai dari untuk angkutan pedesaan (barang) hingga diubah menjadi mobil toko. Bisa juga nanti bergeser untuk angkutan desa (penumpang)," ujarnya. Kendaraan niaga Esemka juga dapat menjadi alternatif angkutan barang ke pasar induk tempat kendaraan besar seperti truk tidak bisa menjangkau.
Dari sisi harga, Irwan menyatakan kendaraan Esemka juga sudah sesuai kantong para pelaku UMKM. Harga yang ditawarkan Esemka lebih murah dibandingkan merek lain. Berdasarkan survei kemampuan beli pelaku UMKM, Irwan mengklaim mereka mampu mencicil kendaraan tersebut.
Direktur Utama BUMDes Indonesia, Eddy Limantoro, mengatakan lembaganya memiliki jaringan hingga ke 74.500 desa di seluruh Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk penyaluran mobil Bima ke desa. Saat ini terdapat sekitar 30 BUMDes yang sudah berdiri dan bertugas membantu desa mandiri untuk mendapat tambahan pendapatan. Menurut Eddy, BUMDes bisa menjalankan tugasnya dengan membeli mobil Esemka untuk disewakan ke desa. "Untuk mengangkut hasil panen, juga untuk transportasi di desa termasuk mobil angkutan penumpang," katanya. Pengahasilan dari sewa mobil itu bisa jadi pendapatan BUMDes.
Eddy menyatakan telah melakukan kajian mengenai kemampuan bayar calon konsumen. Hasilnya menunjukkan ada potensi besar lantaran BUMDes juga bekerja sama dengan Asosiasi Pengelola Pasar Seluruh Indonesia, salah satunya untuk mengangkut hasil pertanian.