Manfaatkan Perang Dagang, Luhut: Beri Insentif ke Industri Ini
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 14 Agustus 2019 16:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia bisa memanfaatkan tensi perang dagang Amerika Serikat dan Cina untuk meraup peluang ekonomi.
"Kita punya potensi mengisi impor Amerika dari Tiongkok," ujar Luhut di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2019. Belakangan, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif 10 persen pada barang asal Cina senilai US$ 300 miliar. Kebijakan itu dibalas oleh Negeri Tirai Bambu dengan menghentikan pembelian produk pertanian dari AS.
Kondisi perang dagang yang semakin menghangat itu, Kata Luhut, perlu dicermati dan dilihat peluangnya apa yang bisa dilakukan. "Misalnya semua industri furnitur dan sepatu apa perlu diberi insentif agar bisa memperlebar pasar di AS. Itu kita lakukan."
Berdasarkan bahan pemaparan Luhut, tercatat impor AS mayoritas adalah logam dan mineral yang mencapai 19 persen, elektronika 17 persen, alat transportasi 13 persen, mesin 11 persen, consumer goods 7 persen,bahan kimia 7 persen, farmasi 5 persen, tekstil 5 persen, dan produk pertanian 4 persen.
Sementara, impor AS dari Cina antara lain mainan dan perlengkapan olahraga 81 persen, alas kaki 53 persen, furnitur 52 persen, elektronika 46 persen, peralatan rumah tangga 44 persen, dan tekstil 35 persen.
Umumnya, kata Luhut, barang elektronik, alas kaki, dan mainan memang dibebaskan dari kenaikan tarif, sehingga konsumen AS belum banyak terpengaruh perang dagang. Namun, sektor itu berpotensi paling terkena dampak apabila AS mengenakan tarif pada semua impor produk dari Cina.
<!--more-->
Karena itu lah, Luhut melihat Indonesia mesti fokus pada industri elektronika, mesin, tekstil, furnitur, consumer goods, mainan dan perlengkapan olah raga, peralatan rumah tangga, dan alas kaki. Sehingga Indonesia bisa memenuhi kebutuhan domestik Amerika Serikat apabila perang dagang skala penuh terjadi.
"Kami melihat Amerika itu terpukul, sekarang mereka malah cenderung mau menaikkan lagi tarif menjadi 25 persen untuk impor senilai US$ 300 miliar, kalau itu terjadi bisa betul-betul perang," ujar Luhut.
Luhut pun mengaku sempat menanyakan kondisi tersebut kepada para pelaku industri di Cina. "Ketika dari Cina kemarin kami bertanya ke pabriknya bagaimana dampak trade war ini. Katanya very painful. Ini perlu kami waspadai," kata Luhut. Ia pun mengatakan akan melihat perkembangan kebijakan dua negara, salah satunya hingga Pemilihan Umum Amerika Serikat akhir tahun depan.
Belakangan, Luhut mengatakan perang dagang juga telah berkembang kepada nilai tukar mata uang Cina. Depresiasi yuan ternyata juga berimbas kepada anjloknya nilai tukar rupiah hingga kisaran Rp 14.200. "Ini yang kami waspadai."
Walau demikian, Luhut optimistis di antara negara-negara berkembang Indonesia berada di posisi terbaik. Contohnya, Indonesia bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi 5 persen di tengah gejolak perekonomian global. Ia pun mengatakan pemerintah telah memberi kemudahan investasi sehingga para pemodal asing mau menanamkan duitnya ke Indonesia.
Karena itu, selain mewaspadai dampak negatif dari perang dagang, Luhut juga mengatakan pemerintah berharap bisa menangkap peluang ekonomi dari fenomena ini. "Perubahan rantai pasok menjadi penting, jangan nanti ada relokasi itu berubah dari cina perginya ke Thailand dan Vietnam," ujar dia. "Kita harus sesuaikan dengan aturan negara lain jadi lebih kompetitif, kita punya potensi mengisi impor Amerika dari Cina."