Lewat Jatuh Tempo, Bagaimana Progress Pembayaran Utang Lapindo?
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 31 Juli 2019 16:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menjelaskan progress penagihan utang kepada PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya senilai Rp 1,763 triliun. Besaran utang yang ditanggung dua perusahaan itu sudah termasuk bunga dan denda.
Menurut Isa, hingga kini Lapindo belum melunasi utangnya yang jatuh tempo pada 10 juli 2019. Meski, ia mengatakan perseroan tetap rutin berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan setiap sepekan atau dua pekan sekali.
"Mereka enggak diam saja sih, tapi bukan berarti mereka bayar, enggak juga. Mereka selalu update ke kami tiap pekan atau tiap dua pekan," ujar Isa di kantornya, Rabu, 31 Juli 2019.
Isa mencontohkan dirinya selalu diinformasikan soal soal barang jaminan tanah yang Lapindo beli dari penduduk itu, hingga progres sertifikat nya sampai mana. "Mereka lapor. Tapi ya kan kita pengennya (Lapindo) bayar ya," tuturnya.
Lebih jauh, Isa mengatakan saat ini perseroan baru membayar Rp 5 miliar dari total utang perusahaan kepada negara. Padahal, sebelum masa jatuh tempo perseroan sudah diberi kesempatan untuk mencicil pembayaran utangnya. "Idealnya ya mereka bayar lunas karena sudah jatuh tempo. kalau menurut perjanjian kan ini, sudah diberi kesempatan untuk mencicil ya."
Bahkan, Isa mengatakan pihaknya sudah selalu mengingatkan sebelum jatuh tempo agar perseroan membayar utangnya. Peringatan itu juga diberikan saat waktu jatuh tempo 10 Juli itu. Ia mengatakan telah melakukan penagihan pertama dari maksimum tiga kali tagihan. "Tapi sampai sekarang belum ada (komitmen kapan akan membayar)," tutur dia.
<!--more-->
Sebelumnya, Lapindo sebenarnya telah mengupayakan pembayaran jaminan utang lewat pengalihan aset perusahaan di Sidoarjo. Perusahaan mengupayakan sertifikasi tanah di area terdampak. Namun, saat ini, baru sekitar 44 hektare yang rampung. Kesulitan melakukan sertifikasi muncul karena banyak tanah yang masih tertutup lumpur.
Perusahaan juga melakukan sertifikasi pada lahan seluas 45 hektare yang sebelumnya merupakan Perumnas Tanggulangin Sejahtera. Saat ini, sertifikat dari sejumlah aset yang telah jelas kedudukan hukumnya telah diserahkan kepada Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo, yang berada di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Jika semua aset jaminan utang Lapindo telah selesai diukur dan disertifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur, Kementerian Keuangan akan kembali melakukan penilaian. Isa menyebut pihaknya memiliki tim penilai yang akan memvalidasi aset dari kedua perusahaan.
Adapun dalam pertemuan sebelumnya, Isa juga sempat mengomentari permintaan Lapindo soal tukar guling atas adanya utang dan piutang tersebut. Isa menjelaskan dana cost recovery itu tidak bisa semerta-merta menutup utang Lapindo. “Secara aturan, tidak memungkinkan kami negoisasi dengan hal-hal seperti itu," ucapnya.
Lebih jauh, Isa menegaskan penolakan negosiasi tersebut semata-mata karena aturan cost recovery yang justru tidak memungkinkan. "Bukan masalah kami tidak mau tetapi menurut aturan cost recovery-nya yang justru tidak memungkinkan,” ucapnya. Selain itu, cost recovery yang diminta Lapindo menjadi tanggung jawab Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas atau SKK Migas.