Suasana ruang tunggu pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe D Kebayoran Lama, Jakarta Selatan tampak normal dan tak ada antrean menular meski harus melayani tambahan rujukan dari Puskesmas setelah terbitnya Berdasarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Tahun 2018 soal rujukan berjenjang. Rabu, 3 Oktober 2018. Tempo/Fajar Pebrianto
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI menyoroti langkah pemerintah menonaktifkan kepesertaan 5,2 juta anggota penerima bantuan iuran atau PBI Jaminan Kesehatan mulai 1 Agustus 2019. Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan pemerintah terlampau buru-buru mengambil keputusan.
Tulus juga menganggap kebijakan pemerintah tidak dibarengi dengan sosialiasi yang matang sehingga menyebabkan aksi protes. Ia pun memandang, kebijakan ini berisiko memangkas hak warga miskin.
"Risikonya paling ekstrem masyarakat yang sebenarnya masih berhak menerima PBI tapi menjadi dicabut, sehingga terjadi pelanggaran hak warga miskin yang di-cover negara menjadi tidak di-cover," ujar Tulus dalam konferensi pers di kantor BPJS Kesehatan, Rabu, 31 Juli 2019.
Selain itu, Tulus memandang upaya pemerintah kali ini tidak cukup transparan. Pemerintah, dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan sebagai operator, dinilai tidak berupaya menjelaskan informasi kepada masyarakat.
BPJS Kesehatan baru mengumumkan adanya penonaktifan 5,2 juta anggota PBI berdekatan dengan tenggat pemberlakuan kebijakan. Ia pun menyayangkan masyarakat tidak dilibatkan dalam memformulasikan penonaktifan kepesertaan tersebut.
"Memang maksudnya bagus supaya tidak salah sasaran. Namun, dari sisi hak, anggota PBI (yang kepesertaannya dinonaktifkan) perlu waktu dan jeda," ujarnya.
Tulus mendesak Kementerian Sosial dan BPJS menggelar posko di dinas sosial daerah untuk melayani peserta yang namanya dicoret dari kepesertaan PBI. Posko ini berfungsi untuk mengarahkan peserta.
Penonaktifan 5,2 juta peserta PBI BPJS Kesehatan itu menindaklajuti terbitnya Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 79 Tahun 2019 tentang penonaktifan dan perubahan data peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan. Staf Khusus Menteri Sosial Febri Hendri mengatakan Kemensos tengah melakukan pemutakhiran data bersama pemerintah daerah belakangan.
"Sehingga ada pembaruan data terpadu fakir miskin dan orang tidak mampu," ujarnya. Dari 5,2 juta peserta yang namanya dicoret dari PBI, 114 ribu jiwa di antaranya tercatat telah meninggal dunia. Sedangkan peserta lainnya yang dinonaktifkan ialah mereka yang sejak 2014 tidak pernah mengakses layanan kesehatan ke fasilitas kesehatan yang telah ditentukan.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Maaruf memastikan jumlah kepesertaan PBI tidak berkurang kendati ada upaya penonaktifan. Ia mengatakan BPJS Kesehatan akan langsung mengganti peserta lama dengan peserta baru yang masuk daftar Data Terpadu Kementerian Sosial atau DTKS.
Iqbal mengatakan, peserta yang telah dicoret dari PBI bisa langsung mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS mandiri atau pekerja bukan penerima upah atau PBPU. "Bisa langsung urus tanpa harus melalui masa pendaftaran 14 hari seperti umumnya," ujarnya. Keringanan urusan pendaftaran ini berlaku sampai 31 Agustus 2019.
Salah satu kemudahan yang diberikan saat ini adalah peserta JKN aktif dapat berobat hanya dengan menunjukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP).