Kemenhub Kaji Angkutan O - Bahn, Lebih Murah dari Transjakarta?
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Senin, 24 Juni 2019 07:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan segera mengkaji penerapan O - Bahn, angkutan umum perpaduan antara Bus Rapid Transit alias BRT dan Light Rail Transit alias LRT. Moda ini diklaim lebih efisien dari Transjakarta, kendati modal pembangunannya bisa lebih mahal.
Baca juga: Menhub Kaji Angkutan O-Bahn, Perpaduan BRT dan LRT
"Secara umum, pembangunan O-Bahn 20 persen lebih mahal dari Busway. Tapi biaya operasi bisa lebih murah karena dibandingkan dengan total produksinya," ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri di acara Ngobrol Seru Transportasi Kementerian Perhubungan di sebuah restoran di Jakarta Selatan, Ahad, 23 Juni 2019.
Berdasarkan referensi yang digunakan Kementerian Perhubungan, biaya modal untuk O-Bahn adalah A$ 0,14 per penumpang per kilometer dengan rata-rata panjang lintas 11 kilometer. Adapun biaya operasinya adalah sebesar A$ 0,22 per penumpang per kilometer, sehingga biaya totalnya adalah A$ 0,36 per penumpang per kilometer.
Adapun untuk bus lain biaya modalnya adalah A$ 0,10 per penumpang per kilometer dengan panjang rata-rata lintasan 8 kilometer. Sementara biaya operasinya adalah A$ 35 per penumpang per kilometer, sehingga biaya totalnya adalah A$ 0,45 per penumpang per kilometer.
Sementara kereta dengan panjang lintas rata-rata 20 kilometer biaya modalnya adalah A$ 0,26 per penumpang per kilometer dan biaya operasi A$ 0,19 per penumpang per kilometer. Sehingga biaya totalnya adalah A$ 0,45 per penumpang per kilometer.
Dengan lintasan khusus, O-Bahn juga lebih unggul dari BRT biasa karena kecepatannya bisa lebih cepat. Misalnya saja saat O-Bahn diterapkan di Nagoya, Jepang, bus yang sebelumnya hanya bisa menempuh kecepatan 12 kilometer per jam, kini bisa mencapai 30 kilometer per jam.
O-Bahn, ujar Zulfikri, sudah diterapkan di sejumlah negara seperti Cina, Australia, dan Jepang. Pada mulanya, ide angkutan umum ini muncul dari daerah-daerah yang tidak terakses angkutan kereta, misalnya sejumlah lokasi di Adelaide, Australia.
Mengenai kota yang tepat untuk diterapkan angkutan moda anyar itu, Zulfikri berujar perlu kajian mendalam. Karena itu, ia pun belum bisa memastikan kapan O-Bahn bisa diterapkan di Indonesia. "Kami segera mendiskusikan dan lakukan kajian yang lebih detail."
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan O-Bahn adalah transportasi massal perkotaan berbasis smart train. "Jadi bus ini menggunakan rel di tempat tertentu, tapi juga menggunakan jalan pada umumnya yang digunakan bus," ujar Budi.
Budi mengatakan gagasan itu muncul sebagai jawaban dari permintaan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi kemacetan di sejumlah kota besar di Indonesia. Kota yang disebut Budi antara lain Surabaya, Bandung, Makassar, Medan, Palembang, hingga Yogyakarta.
Munculnya O - Bahn, kata Budi, bisa merevolusi transportasi umum di Indonesia dan bisa membuat perjalanan masyarakat lebih mudah. "Dengan mengedepankan smart city. Kemenhub sedang melakukan kajian tentang transportasi ini untuk diterapkan di Indonesia."