Undang Maskapai Asing, Pemerintah Diingatkan Kisah di Pelayaran
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Minggu, 23 Juni 2019 13:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat penerbangan dari Masyarakat Transportasi Indonesia Suharto Abdul Majid mengatakan pemerintah sudah punya pengalaman soal mengundang perusahaan asing untuk mengisi rute transportasi domestik, sebelum rencana mengundang maskapai asing yang banyak diperbincangkan saat ini. Ia mengatakan langkah yang sama pernah dilakukan di industri pelayaran dan hasilnya, perusahaan asing menikmati lebih banyak kue pasar domestik ketimbang perusahaan nasional.
BACA: Maskapai LCC Diminta Turunkan Harga, INACA: Dulu Sudah Dilakukan
"Pengalaman pahit itu pernah dialami angkutan laut pelayaran, makanya di angkutan laut keluar Inpres nomor 5 tahun 2005 tentang pemberdayaan pelayaran nasional," ujar Suharto melalui sambungan telepon kepada Tempo, Ahad, 23 Juni 2019.
Sebelum beleid itu terbit, kata Suharto, 90 persen rute angkutan laut domestik diangkut oleh kapal asing. Sehingga, perusahaan pelayaran lokal hanya menguasai 10 persen saja di rute domestik. "Ini adalah permasalahan, jangan sampai di udara juga demikian."
Pernyataan Suharto itu menanggapi pro-kontra terhadap niat pemerintah melonggarkan peluang maskapai asing membangun badan usaha di Indonesia. Wacana itu mencuat setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan kemungkinan maskapai luar negeri mengudara di pasar domestik Tanah Air, beberapa waktu lalu.
Jokowi kala itu menyampaikan bahwa upaya ini merupakan salah satu solusi untuk menurunkan harga tiket pesawat. Sebab, dengan diundangnya maskapai asing, ruang kompetisi semakin terbuka.
Menurut Suharto, terkait dengan asas cabotage, hampir di setiap negara, termasuk di Eropa dan Amerika Serikat, juga masih membatasi maskapai asing untuk terbang di
<!--more-->
rute domestik. Kebijakan itu untuk menjaga agar kue pasar domestik tetap dinikmati oleh perusahaan nasional."Makanya kita diproteksi dengan UU Nomor 1 Tahun 2009 tenang Penerbangan, ada pasal yang memproteksi itu," ujar Suharto.
Salah satu poin dalam UU itu, perusahaan yang asing yang masu masuk ke Indonesia harus mengikuti prosedur untuk mendirikan perusahaan di Indonesia berkerjasama dengan perusahaan lokal. Kepemilikan asing pun dijaga agar tidak dominan alias maksimal 49 persen.
Bila syarat itu dipenuhi, maka maskapai bisa terbang di rute domestik. Skema seperti itu sudah diterapkan untuk salah satu maskapai asing yang terbang di dalam negeri, yaitu AirAsia. Secara keseluruhan adanya kompetisi, menurut Suharto, sebenarnya bagus untuk industri. Sebab, persaingan bisa mendorong maskapai saling meningkatkan kualitas dan mengefisiensikan perusahaannya.
"Itu dapat menghasilkan bentuk yang lebih baik dan harga yang lebih baik, terjangkau. Karena secara mayoritas masyarakat ingin harga terjangkau," kata Suharto.
BACA: Promo AirAsia, Tiket Pesawat Dilego Mulai Rp 41.200
Sebelumnya, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, masuknya maskapai asing dalam jangka panjang belum tentu menyelesaikan masalah harga tiket. Malahan, jika maskapai lokal kalah bersaing, pasar oligopoli akan didominasi maskapai asing.
Bila itu terjadi, Bhima melihat defisit neraca transaksi berjalan Indonesia juga bisa melebar. "Karena uang hasil pembayaran jasa tiket akan ditransfer ke negara asal maskapai asing itu, itu bisa memperburuk struktur ekonomi Indonesia."
CAESAR AKBAR