Presiden Jokowi (tengah) mengajak para pengemudi online berfoto selfie usai menghadiri Silatnas Keluarga Besar Pengemudi Online di Jakarta, Sabtu, 12 Januari 2019. Di depan ribuan orang ini, Jokowi mengatakan bahwa dirinya kerap marah dan jengkel ketika ada yang meremehkan para pengemudi transportasi online. ANTARA/Puspa Perwitasari
TEMPo.CO, Jakarta - Masyarakat Transportasi Indonesia atau MTI meminta pemerintah menyusun undang-undang khusus yang memayungi aturan tentang transportasi berbasis aplikasi atau transportasi online. Sekretaris Jenderal MTI Harya S. Dillon mengatakan saat ini, undang-undang transportasi yang berlaku, yakni Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan, terlalu luas mengatur soal angkutan umum.
"Undang-undang sebagai dasar hukum untuk menata angkutan dalam jaringan atau transportasi online sudah sangat mendesak," ujarnya dalam diskusi di Restoran Beautika, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Juni 2019.
Menurut Harya, angkutan berbasis online semestinya telah menjadi transportasi penghubung bagi angkutan massal seperti kereta rel listrik dan MRT. Namun, keberadaannya tak dapat diintegrasikan secara resmi karena tidak dipayungi undang-undang.
Selain itu, menurut Harya, undang-undang juga tidak cukup melindungi konsumen terhadap bisnis transportasi online bila terjadi kartel. Adapun saat ini, angkutan berbasis aplikasi hanya memiliki acuan peraturan yang dirilis oleh Kementerian Perhubungan, yakni Peraturan Menteri Nomor 118 Tahun 2018.
Dalam beleid tersebut, termaktub aturan tentang taksi online yang berkaitan dengan standar pelayanan. Selain itu, ada pula aturan kewenangan penetapan tarif, pedoman pemberian promosi, dan sanksi administrasi yang tegas.
Selain taksi, Harya menyarankan pemerintah menimbang adanya undang-undang untuk ojek online. "Memang masih banyak kekurangan dalam angkutan roda, namun menutup mata tidak akan menyelesaikan masalah. Pemerintah harus membuat regulasi," ucapnya.