Deputi Staf Presiden Eko Sulistyo (kiri), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia Bambang Brodjonegoro (batik tengah), dan Anggota DPR Komisi XI Misbakhun, dalam diskusi terkait pemindahan ibu kota negara, di Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat, Senin, 13 Mei 2019. Tempo/Egi Adyatama
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pembangunan dan Perencanaan Nasional atau Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro memastikan pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa tak bakal mengganggu atau memberikan dampak negatif bagi kondisi lingkungan pada lokasi ibu kota baru.
"Ketika membangun ibu kota baru, tidak akan mengganggu urusan atau kondisi lingkungan hidup. Ini juga sesuai dengan permintaan Presiden Jokowi," kata Bambang dalam diskusi di Gedung Bina Graha, Jakarta Pusat, Senin 13 Mei 2019.
Sebelumnya dua kandidat lokasi calon ibu kota baru adalah di sekitar Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur dan di wilayah Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah. Bukit Soeharto merupakan wilayah hutan lindung.
Bambang mencontohkan, di Bukit Soeharto selain membangun kota baru pemerintah tengah berencana mengembalikan atau merestorasi fungsi hutan lindung di sana. Hal ini penting, sebab pemerintah melihat, fungsi hutan lindung sebagai salah satu paru-paru dunia.
Selain itu, Bambang juga memastikan, pembangunan ibu kota baru tidak dilakukan dengan mengakuisisi lahan. Seluruh lahan yang digunakan, Bambang memastikan, adalah lahan milik pemerintah.
"Di luar itu ada yang wilayahnya berstatus hak guna usaha (HGU) dan sudah diusahakan swasta bisa habis HGU-nya dan tidak diapa-apakan, itu yang mau kami manfaatkan," kata Bambang.
Bambang juga menargetkan kajian akhir terkait lokasi definitif calon ibu kota rampung pada akhir tahun ini. Dengan begitu, kata dia, persiapan pembangunan infrastruktur dasar bisa dimulai pada 2020.
"Kajian ini tentunya akan final tahun ini, keputusan lokasi bisa tahun ini, sehingga pada 2020 persiapan pembangunan dan infrastruktur dasar sudah bisa dilakukan," kata Bambang.