Namanya Ada di Sexy Killers, Luhut Akui Kuasai Saham Kutai Energy
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Dewi Rina Cahyani
Kamis, 9 Mei 2019 14:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan kembali buka suara mengenai namanya yang disebut-sebut dalam film dokumenter tentang tambang batubara, Sexy Killers. Ia membantah tudingan dari film tersebut, namun ia mengakui menguasai saham salah satu perusahaan tambang yaitu PT Kutai Energi.
Baca:Kata Ngabalin Soal Jokowi Utus Luhut Bertemu Prabowo
"Saya terus terang enggak ada urusan dengan (film) Sexy Killers, saya di sini cuma ada satu perusahaan yg ikut yaitu kutai energi, itu saya memang punya 99 persen, tapi kalau Toba Bara Sejahtera itu publik company, dulu memang saya majority, tapi 3,5 hingga 4 tahun lalu saya jual, jadi saya enggak punya lagi saham di sana," kata Luhut di kantornya, Rabu, 8 Mei 2019.
Dengan demikian, ia membantah berbagai tudingan dari berbagai pihak. Di samping itu, ia mengatakan bahwa sejatinya PT Toba Bara Sejahtera sudah menjadi perusahaan publik. Adapun jalan menuju perusahaan terbuka itu panjang dan mesti memenuhi kriteria baik soal lingkungan maupun perpajakan.
"Jadi memang terlalu banyak kita ini ribut karena berita enggak jelas," tutur Luhut. Ia juga membantah menguasai 140 ribu hektare tanah di Indonesia. "Ya kalau ada, kau bagi-bagi sajalah."
Sementara untuk Kutai Energi, Luhut mengatakan baru mendapat laporan bahwa perusahaannya itu menerima penghargaan mengenai lingkungan dan pembayaran pajak beberopa waktu lalu. Ia juga mengatakan bahwa perusahaannya itu juga menyalurkan CSR untuk pendidikan di daerah sekitarnya.
Film Sexy Killers menceritakan industri pertambangan batu bara dari hulu hingga menjadi bahan baku untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Dampak dari kegiatan tambang ini tak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan manusia.
Film yang mengambil latar di Pulau Kalimantan, Bali dan Jawa ini menggambarkan hancurnya ruang hidup masyarakat karena investasi batu bara dan turunnya daya dukung lingkungan di Kepulauan Karimun Jawa karena transportasi batu bara menggunakan tongkang hingga merosotnya kualitas kesehatan masyarakat terdampak PLTU batu bara di Panau, Sulawesi Tengah.
Di samping itu, salah satu aspek yang dibahas dalam film berdurasi 1,5 jam tersebut adalah lokasi bekas tambang batubara yang tidak direklamasi atau diuruk kembali hingga mengakibatkan kubangan dalam seluas ratusan ribu hektare.
Banyak pemegang konsesi tambang yang tidak melakukan reklamasi dengan semestinya. Setidaknya ada puluhan warga yang meninggal karena tenggelam dalam lokasi tersebut.