Viral Pelecehan di Kereta, PT KAI Didesak Lanjutkan Proses Hukum
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 29 April 2019 16:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI didesak untuk melanjutkan proses hukum terhadap pelaku pelecehan seksual di Kereta Api (KA) Sembrani Nomor 48 rute Jakarta-Surabaya pada Senin, 22 April 2019 lalu. Proses hukum ini dinilai perlu demi memberikan efek jera kepada pelaku agar kejadian serupa tak terulang kembali.
Baca: Pelecehan Seksual di Kereta Api, Begini Tanggapan PT KAI
“Mediasi atau damai (pelaku minta maaf) perlu, namun bukan berarti proses hukum berhenti,” kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Perempuan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Ross Diana Iskandar, saat dihubungi di Jakarta, Ahad, 28 April 2019.
Menurut Ross, perlu adanya suatu peraturan perundang-undangan yang berpihak kepada korban. Salah satu aturan tersebut adalah Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau yang biasa dikenal RUU PKS. Saat ini, nasib RUU ini masih mandek di DPR. “Semoga RUU PKS dapat segera disahkan sebelum masa tugas DPR tahun ini berakhir,” kata dia.
Adapun kejadian pelecehan ini bermula saat korban berangkat dari Stasiun Gambir, Jakarta, menuju Stasiun Surabaya Pasarturi, Surabaya, Jawa Timur. Sementara kejadian pelecehan ini terjadi pada Selasa dini hari, pukul 02.00 WIB, Selasa, 23 April 2019, atau 30 menit setelah kereta melewati Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah.
Korban kasus pelecehan KA Sembrani rute Jakarta-Surabaya menuai banyak dukungan dari warganet. Mereka menyampaikan dukungan tersebut dalam kolom komentar di akun twitter korban @xrybqby atau bernama Basya. Adapun peristiwa pelecehan itu terjadi pada Senin, 22 April 2019.
Usai kejadian, VP Public Relations PT KAI Edy Kuswoyo dalam keterangannya menyebut korban dan pelaku sudah dipertemukan setelah aksi pelecehan terjadi. “Pelaku sudah meminta maaf, keduanya sepakat untuk menyelesaikan secara kekeluargaan, dan tidak akan memprosesnya lebih lanjut,” kata dia.
Namun, anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Sri Nurherwati, tidak sepakat jika kasus ini hanya diselesaikan lewat jalur mediasi saja. Menurut dia, proses mediasi dalam kasus-kasus kekerasan seksual, ataupun pelecehan seksual, tidak menjamin akan menghentikannya. Kasus kemungkinan bisa terulang kembali.
Sri memandang bahwa dalam kasus yang melibatkan instansi resmi, pejabat publik kerap menggampangkan kasus pelecehan seksual. “Betul, bahkan air, jadi gak mau didiskusikan dan kalau bisa ditutup. Damai itu adalah kode bagi korban agar bungkam,” kata Sri. Maka, Ia menilai sikap-sikap seperti ini sama sekali tidak akan memulihkan dan menghentikan aksi pelecehan di kemudian hari.
Koordinator Program dari organisasi Solidaritas Perempuan, Dinda Nuuranissa Yura, menilai kasus pelecehan seksual yang terjadi ini seharusnya tidak hanya diselesaikan denga mediasi dan permintaan maaf. Praktik ini dinilai hanya melanggengkan kasus serupa terjadi kembali. “Kekerasan seksual seharusnya merupakan tindak pidana,” kata dia.
Setali tiga uang, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Nyimas Aliah, juga tidak sependapat jika kasus ini hanya diselesaikan lewat proses mediasi saja. Dalam kasus seperti ini, kata dia, korban memang biasanya tidak ingin melanjutkan proses hukum lantaran telah sejak awal ikut disalahkan.
Dalam kasus pelecehan ini, korban sebenarnya sempat melapor terlebih dahulu kepada petugas di dalam kereta. Akan tetapi, sang korban justru mengaku mendapat respons yang tidak menyenangkan dari petugas tersebut. “Ah biasalah, mbaknya terlihat seperti anak karaokean,” kata korban, menirukan ucapan petugas, lewat akun media sosialnya.
Mengenai hal ini, Edy mengatakan bahwa PT KAI memohon maaf apabila ada perilaku dai petugas yang mungkin kurang berkenan. Namun Edy dalam keterangannya tidak merinci apakah benar petugas tersebut memang menyampaikan pernyataan itu kepada korban. “KAI juga akan terus melakukan pembinaan terhadap petugas terkait,” kata dia.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Perhubungan, Hengku Angkasawan, telah meminta PT KAI membantu memfasilitasi proses pelaporan pelaku pelecehan kepada pihak yang berwajib oleh penumpang yang menjadi korban. Akan tetapi, Hengky menyebut Kemenhub tetap menyerahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak. “Bukan domain Kemenhub (memastikan sampai ke proses hukum),” kata dia.
Baca: Pelecehan di Kereta Viral, KAI: Kedua Pihak Sepakat Damai
Sementara, anggota Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala, menilai PT KAI sebaiknya proaktif dalam kasus ini. Salah satunya dengan membantu melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib. Akan tetapi, ia menilai korban sendiri yang melaporkan kasus pelecehan ini. “Masih ada Ombudsman yang bisa membela korban,” kata kriminolog Universitas Indonesia ini.