Darmin Nasution: 3 Kelompok Barang Kuasai 60 Persen Impor

Senin, 15 April 2019 14:46 WIB

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kedua kiri) memberikan Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2018 kepada Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kanan) disaksikan Anggota DPR Aziz Syamsudin (kiri), dan mantan Gubernur BI Syahril Sabirin (kanan) saat peluncuran buku tersebut di Gedung BI, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2019. Buku dengan sub judul Sinergi Untuk Ketahanan dan Pertumbuhan itu merupakan laporan, kajian dan pandangan BI terhadap kondisi perekonomian selama 2018. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan ada tiga kelompok yang belum bisa diproduksi secara massal di dalam negeri sehingga harus impor. Ketiganya yaitu kelompok barang besi, baja, dan turunannya; petrokimia; dan kimia dasar.

Baca juga: BPS: Impor Maret 2019 Naik 10,31 Persen Jadi USD 13,49 Miliar

Walhasil, Indonesia terpaksa mengimpor ketiga kelompok barang ini dengan jumlah yang banyak. "Ketiganya mendominasi 60 persen dari impor Indonesia," kata Darmin pada pembukaan acara di Indonesia Convention Exhibition (ICE) Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten, Senin, 15 April 2019.

Memang ada pabrik besi dan baja tanah air yaitu PT Krakarau Steel. Tapi Darmin mengatakan, perusahaan tersebut baru belakangan ini mengolah langsung biji besi menjadi produk besi dan baja. Sebelumnya Krakatau Steel hanya bergerak mengumpulkan besi bekas dan mengolahnya kembali.

Lalu dari sisi petrokimia juga mengalami kondisi serupa. Darmin lalu mencontohkan beberapa produk-produk petrokimia yang banyak digunakan di dalam negeri, mulai dari pipa plastik, poliester pada produk pakaian, hingga produk-produk pada farmasi dan pakaian. Lalu terakhir yaitu produk-produk dari kimia dasar yang juga digunakan dalam sektor farmasi.

Atas kondisi ini, kata Darmin, pemerintah telah berupaya menekan laju impor dengan menyiapkan sejumlah insentif. Salah satunya yaitu penyediaan tax holiday yang rata-rata diarahkan untuk ketiga kelompok barang ini.

Selain itu, pembatasan impor dilakukan dengan menyiapkan sejumlah regulasi di tingkat kementerian terkait.

Dari kelompok barang kimia dasar, Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk, Honesti Basyir, juga telah jauh-jauh hari menyampaikan kondisi ini. Saat ini, kata dia, industri farmasi nasional masih bergantung pada bahan baku impor. Lebih dari 90 persen bahan baku farmasi masih didatangkan dari luar negeri, seperti Cina dan India.

"Terkait bahan baku, masalah utamanya industri kimia dasar di Indonesia tidak berkembang, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan baku farmasi," ujarnya di Selasa, 2 Oktober 2018.

Sementara dari kelompok barang besi, baja, dan turunannya, berdasarkan South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI) yang diolah Krakatau Steel, impor baja pada 2018 berkisar 7,7 juta ton. Jumlah tersebut mencakup 55 persen dari konsumsi baja nasional pada 2018 sebesar 14,2 juta ton.

Jumlah tersebut meningkat dibandingkan 2017 dengan impor sebanyak 7,1 juta ton atau 52 persen dari konsumsi 13,6 juta ton. Adapun, pada 2016 impor baja sebanyak 6,9 juta ton atau 54 persen dari konsumsi 12,7 juta ton.

Akibat adanya peningkatan tersebut, pemerintah pun berupaya mengendalikannya dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 110 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya sejak 20 Januari 2019.

Direktur Eksekutif Asosiasi Baja Nasional (IISIA) Yerry Idroes mengatakan pihaknya pun telah mengimbau seluruh anggotanya untuk mendukung penerapan regulasi tersebut. Himbauan disampaikan dalam surat edaran sebagai tindak lanjut pembahasan impor baja antara Menteri Perindustrian dengan hampir 400 perusahaan baja.

"Edaran itu dibuat atas data masa lalu, supaya masa depan tidak terjadi lagi [peningkatan impor baja]. Sesuai pembahasan dengan menteri pada awal Januari, disampaikan permohonan untuk menggunakan baja yang sudah diproduksi di dalam negeri," ujar Yerry pada 5 Februari 2019.

Sementara untuk kelompok barang petrokimia, keluhan disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 12 Maret 2019 dalam Rapat Koordinasi Nasional Investasi Tahun 2019 yang juga diadakan di ICE BSD, Banten. Saat itu, Jokowi meminta semua pihak mempercepat pelayanan perizinan untuk investasi yang mengarah pada sektor hilir atau pengolahan dan industri petrokimia.

"Kalau sudah investasi sektor hilir dan petrokimia sudah dengan tutup mata berikan saja," katanya. Khusus untuk investasi petrokimia, Jokowi menyebutkan impor produk petrokimia saat ini sangat besar sehingga kontribusinya kepada defisit neraca transaksi berjalan juga besar.

Baca berita impor lainnya di Tempo.co

BISNIS

Berita terkait

Ramai Peti Jenazah Kena Bea Masuk 30 Persen, Kemenkeu: Tak Ada Penetapan Pungutan

12 jam lalu

Ramai Peti Jenazah Kena Bea Masuk 30 Persen, Kemenkeu: Tak Ada Penetapan Pungutan

Kementerian Keuangan memastikan peti jenazah tidak termasuk dalam barang yang dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor

Baca Selengkapnya

Bisa Produksi Dalam Negeri, Militer India Siap Hentikan Impor Amunisi

3 hari lalu

Bisa Produksi Dalam Negeri, Militer India Siap Hentikan Impor Amunisi

Angkatan Bersenjata India berencana menghentikan impor amunisi pada tahun depan karena industri dalam negeri sudah mampu memenuhi kebutuhan domestik.

Baca Selengkapnya

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK, Bermula dari Bisnis Ekspor Impor

4 hari lalu

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK, Bermula dari Bisnis Ekspor Impor

Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean dilaporkan ke KPK oleh pengacara bernama Andreas atas tuduhan tak lapor LHKPN secara benar.

Baca Selengkapnya

Jokowi Kesal Indonesia Banjir Impor Perangkat Teknologi: Kenapa Kita Diam?

5 hari lalu

Jokowi Kesal Indonesia Banjir Impor Perangkat Teknologi: Kenapa Kita Diam?

Jokowi mengatakan CEO dari perusahaan teknologi global, yakni Tim Cook dari Apple dan Satya Nadela dari Microsoft telah bertemu dengan dia di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ungkap Pesan yang Terus Disampaikannya ke Bos Apple hingga Microsoft

5 hari lalu

Jokowi Ungkap Pesan yang Terus Disampaikannya ke Bos Apple hingga Microsoft

Presiden Jokowi juga menyayangkan perangkat teknologi dan alat komunikasi yang Indonesia pakai masih didominasi barang-barang impor.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut Impor Produk Elektronik Bikin Defisit hingga Rp 30 Triliun Lebih

5 hari lalu

Jokowi Sebut Impor Produk Elektronik Bikin Defisit hingga Rp 30 Triliun Lebih

Jokowi menyayangkan perangkat teknologi dan alat komunikasi yang digunakan di Tanah Air saat ini masih didominasi oleh barang-barang impor.

Baca Selengkapnya

Kemenperin Jamin Pengetatan Impor Tidak Bebani Industri Manufaktur

5 hari lalu

Kemenperin Jamin Pengetatan Impor Tidak Bebani Industri Manufaktur

Aturan pengetatan impor dijamin tidak bebani industri manufaktur. Pelaku industri alas kaki menganggap aturan memperumit birokrasi dalam memperoleh bahan baku dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Mendag Zulhas Tegaskan Pelaku Usaha Jastip Wajib Ikut Aturan soal Barang Bawaan Impor

6 hari lalu

Mendag Zulhas Tegaskan Pelaku Usaha Jastip Wajib Ikut Aturan soal Barang Bawaan Impor

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan bakal menegakkan aturan soal pelaku usaha jasa titip atau jastip yang berbelanja barang titipan orang lain dari luar negeri. Ia meminta agar Bea Cukai menertibkan pelaku usaha jastip yang masih bandel terhadap aturan.

Baca Selengkapnya

Revisi Permendag 7/2024, Menteri Zulhas Pastikan Impor Tepung Terigu dan Pelumas Tidak Lagi Dibatasi

6 hari lalu

Revisi Permendag 7/2024, Menteri Zulhas Pastikan Impor Tepung Terigu dan Pelumas Tidak Lagi Dibatasi

Untuk beberapa komoditas bahan baku industri, aturan dikembalikan lagi ke Permendag 25/2022.

Baca Selengkapnya

Mendag Zulhas Jamin Permendag Pengaturan Impor untuk Selesaikan Barang Kiriman PMI yang Masih Tertahan

6 hari lalu

Mendag Zulhas Jamin Permendag Pengaturan Impor untuk Selesaikan Barang Kiriman PMI yang Masih Tertahan

Menteri Perdagangan Zulkfili Hasan alias Zulhas memastikan Permendag Nomor 7 Tahun 2024 yang mulai berlaku hari ini, bisa dipakai untuk penyelesaian kasus-kasus penyitaan barang kiriman dari pekerja migran Indonesia atau PMI yang masih tertahan.

Baca Selengkapnya