Aliran Duit Gelap, RI Berpotensi Kehilangan Pajak USD 11 M

Kamis, 28 Maret 2019 21:13 WIB

Ilustrasi korupsi

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga riset Prakarsa menyebut adanya aliran gelap yang keluar dan masuk ke Indonesia dari enam komoditas unggulan ekspor membuat potensi kehilangan penerimaan pajak mencapai US$ 11,1 miliar. Enam komoditas itu antara lain batubara, minyak sawit, karet, udang-udangan, tembaga, dan kopi.

"Potensi terbesar hilangnya penerimaan berasal dari batubara yaitu 5,32 miliar dolar Amerika Serikat," ujar peneliti Prakarsa Widya Kartika saat memaparkan penelitiannya di Restoran Madame Delima, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019. Potensi itu dihitung berdasarkan data ekspor pada kurun waktu 1989-2017.

Dalam penelitian itu, Prakarsa mengolah data dari United Nations Comtrade Database dengan klasifikasi harmonize system. Untuk mengestimasi aliran keuangan gelap, ia menggunakan pendekatan global financial integrity yang menghitung kesalahan tagihan perdagangan baik berupa over-invoicing maupun under-invoicing.

Selain dari batubara, kerugian lain yang juga cukup besar diakibatkan praktik ekspor under-invoicing pada komoditas minyak sawit dan karet yang jika dijumlahkan mencapai US$ 4 miliar. Sementara, ekspor under-invoicing pada tiga komoditas lain menyebabkan potensi kerugian di bawah US$ 1 miliar. "Angka ini dihitung berdasarkan total ekspor under-invoicing pada tahun tersebut dengan tarif PPh badan pada tahun tersebut," kata Widya.

Dari tahun ke tahun jika dilihat secara lebih detail, Widya mengatakan nominal potensi kehilangan penerimaan pajak akibat ekspor under-invoicing ekspor pada enam komoditas ekspor unggulan semakin besar. Potensi kehilangan terbesar terjadi pada tahun 2001 dan 2017 dengan nilai total mencapai US$ 900 juta.

Meskipun secara nominal potensi kehilangan penerimaan pajak semakin besar, Ia berujar jika membandingkan dengan nilai ekspor pada enam komoditas tersebut, potensi kehilangan penerimaan pajak semakin menurun setelah tahun 2005. Potensi kehilangan penerimaan pajak terbesar relatif terhadap nilai eksporjustru terjadi pada 2004 dimana potensi kehilangan penerimaan pajak mencapai 5,80 persen dari total nilai ekspor akibat praktik ekspor under-invoicing.

"Secara rata-rata potensi kehilangan penerimaan negara karena praktik under-invoicing pada enam komoditas ekspor unggulan Indonesia adalah 3,27 persen per tahun," ujar Widya.

Widya mengatakan semua aktivitas, baik under maupun over invoicing dalam perdagangan masuk dan perdagangan keluar akan menimbulkan kerugian bagi negara yang terlibat. "Global financial integrity menjelaskan bahwa under-invoicing ekspor digunakan untuk mengurangi pajak dan royalti di dalam negeri," ujar dia. Dengan mencatat ekspor lebih rendah dari nilai yang sebenarnya tercatat di negara tujuan, perusahaan akan membayar pajak pendapatan dan royalti lebih rendah dari semestinya.

Sementara, ekspor over-invoicing dilakukan untuk mengurangi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak ekspor yang berlaku. Sebabnya, menurut Widya, pemerintah memberikan stimulus ekspor berupa tidak akan dikenal PPN untuk barang-barang ekspor. Di beberapa negara, stimulus yang diberikan oleh pemerintah untuk meningkatkan ekspor adalah dengan memberikan pengurangan bea impor dan PPN pada bahan baku industri yang berorientasi ekspor.

"Dengan melakukan ekspor over-invoicing, perusahaan akan mendapatkan keuntungan dari pengurangan bea impor atas impor bahan baku dan pengurangan PPN untuk barang yang diekspor," kata Widya.

Atas temuan itu, juru bicara Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama belum mau berkomentar banyak. "Kami pelajari dulu hasil riset tersebut," kata dia dalam pesan singkat.

Berita terkait

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

5 jam lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Segini Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani yang Juga Menjabat Komisaris BNI

6 jam lalu

Segini Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani yang Juga Menjabat Komisaris BNI

Dirjen Bea dan Cukai Askolani menjadi sorotan karena memiliki harta Rp 51,8 miliar

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Pria Sobek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai, BTN Didemo karena Uang Nasabah Hilang

15 jam lalu

Terpopuler: Pria Sobek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai, BTN Didemo karena Uang Nasabah Hilang

Terpopuler bisnis: Pria menyobek tas Hermes di depan petugas Bea Cukai karena karena diminta bayar Rp 26 juta, BTN didemo nasabah.

Baca Selengkapnya

Viral Pria Robek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai Karena Tolak Bayar Pajak: Saya Gak Terima..

1 hari lalu

Viral Pria Robek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai Karena Tolak Bayar Pajak: Saya Gak Terima..

Viral seorang pria yang merobek tas Hermes mewah miliknya di depan petugas Bea Cukai. Bagaimana duduk persoalan sebenarnya?

Baca Selengkapnya

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

2 hari lalu

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

Banyak masyarakat yang mempertanyaan fungsi dan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lantaran beberapa kasus belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Penyaluran Pendanaan AdaKami Rp 4,6 Triliun dalam 4 Bulan

3 hari lalu

Penyaluran Pendanaan AdaKami Rp 4,6 Triliun dalam 4 Bulan

Penyaluran pendanaan AdaKami pada Januari-April 2024 mencapai Rp 4,6 triliun.

Baca Selengkapnya

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

4 hari lalu

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

Berikut ini rincian tiga jenis sumber penerimaan utama negara Indonesia beserta jumlah pendapatannya pada 2023.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

8 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

8 hari lalu

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

Inggris dan ASEAN bekerja sama dalam program baru yang bertujuan untuk mendorong integrasi ekonomi antara negara-negara ASEAN.

Baca Selengkapnya

Najeela Shihab Sayangkan Literasi Keuangan Anak Masih Rendah, Tapi Akses Keuangan Sudah Tinggi

8 hari lalu

Najeela Shihab Sayangkan Literasi Keuangan Anak Masih Rendah, Tapi Akses Keuangan Sudah Tinggi

Najeela Shihab menilai kualitas hubungan dalam keluarga sangatlah menentukan kemampuan seseorang untuk punya literasi keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya