Soal Diskriminasi Sawit, Jusuf Kalla Setuju Boikot Produk UE

Reporter

Egi Adyatama

Jumat, 22 Maret 2019 14:17 WIB

Wakil Presiden Jusuf Kalla saat bincang bertema 'Jokowi di Mata Jusuf Kalla', di 86 Hub, Jakarta Selatan, Kamis, 21 Maret 2019. Tempo/Egi Adyatama

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyetujui boikot untuk produk-produk dari Uni Eropa terkait dengan langkah Uni Eropa yang dianggap diskriminatif terhadap produk kelapa sawit Indonesia dan turunannya.

BACA: Hubungan RI-UE Baik, Luhut: Masalah Sawit Tetap Dibawa ke WTO

"Kalau itu dipaksakan, tidak bisa sawit itu dikurangi. Kita juga dapat ambil tindakan yang mengurangi juga kita dengan Eropa," ujar JK saat ditemui di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Maret 2019.

Penilaian diskriminasi ini diucapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu. Hal ini terjadi karena adanya rancangan kebijakan "Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Direcyive II" yang diajukan pada 13 Maret 2019.

Dalam draf tersebut, minyak sawit (CPO) diklasifikasikan sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi terhadap lingkungan. Sedangkan minyak kedelai asal Amerika Serikat masuk dalam kategori risiko rendah. Parlemen Eropa masih memiliki waktu untuk meninjau rancangan yang diajukan oleh Komisi Eropa tersebut dalam waktu dua bulan sejak diterbitkan.

Kalla mengatakan diskriminasi sawit itu dapat merugikan setidaknya 15 juta pekerja. "Maka mereka daya belinya turun, ekonomi kita bisa rusak. Maka kita tidak beli barang Eropa. Bisa terjadi itu," kata JK.

Ancaman penghentian impor terhadap barang-barang asal Uni Eropa pun sebelumnya telah dimunculkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Luhut mengatakan pemerintah akan melayangkan aduan untuk melawan Uni Eropa hingga ke organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO).

Luhut mengatakan berbagai upaya telah dilakukan Indonesia untuk merespons tindakan diskriminatif Uni Eropa, seperti mengirimkan delegasi untuk berkomunikasi hingga melakukan moratorium terhadap izin pembukaan lahan sawit baru.

Menanggapi sikap pemerintah Indonesia, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Vincent Guérend, mengatakan rancangan aturan dari Komisi Eropa tersebut bukan akhir dari proses kebijakan.

Aturan pelaksanaan soal sawit dari Komisi Eropa ini bukan suatu awal maupun akhir dari proses kebijakan. Ini merupakan satu lagi langkah dalam perjalanan panjang dan bersama menuju pembangunan berkelanjutan dan netralitas karbon," kata Vincent Guérend, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis 21 Maret 2019.

ANTARA

Berita terkait

Airlangga Klaim Amerika Dukung Penundaan UU Anti Deforestasi Uni Eropa

2 hari lalu

Airlangga Klaim Amerika Dukung Penundaan UU Anti Deforestasi Uni Eropa

Amerika Serikat diklaim mendukung penundaan kebijakan UU Anti Deforestasi Uni Eropa yang dianggap merugikan sawit Indonesia.

Baca Selengkapnya

Eks Ketua HRW: Israel Halangi Penyelidikan Internasional terhadap Kuburan Massal di Gaza

3 hari lalu

Eks Ketua HRW: Israel Halangi Penyelidikan Internasional terhadap Kuburan Massal di Gaza

Pemblokiran Israel terhadap penyelidik internasional memasuki Jalur Gaza menghambat penyelidikan independen atas kuburan massal yang baru ditemukan

Baca Selengkapnya

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

3 hari lalu

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

Menteri Pertanian Ukraina Mykola Solsky ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka resmi dalam penyelidikan korupsi bernilai jutaan dolar

Baca Selengkapnya

BNPT Apresiasi Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa

3 hari lalu

BNPT Apresiasi Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa

Indonesia menjadi role model upaya penanggulangan terorisme. Uni Eropa sangat ingin belajar dari Indonesia.

Baca Selengkapnya

Jusuf Kalla Sebut Akar Konflik di Papua karena Salah Paham

4 hari lalu

Jusuf Kalla Sebut Akar Konflik di Papua karena Salah Paham

Menurut Jusuf Kalla, pandangan masyarakat Papua seakan-akan Indonesia merampok Papua, mengambil kekayaan alamnya.

Baca Selengkapnya

Gilbert Lumoindong Dilaporkan ke Polisi, SETARA Institute: Pasal Penodaan Agama Jadi Alat Gebuk

5 hari lalu

Gilbert Lumoindong Dilaporkan ke Polisi, SETARA Institute: Pasal Penodaan Agama Jadi Alat Gebuk

Pendeta Gilbert Lumoindong dilaporkan ke polisi atas ceramahnya yang dianggap menghina sejumlah ibadah umat Islam.

Baca Selengkapnya

Digagas JK pada 2016, Ini Beda Rencana Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Indonesia-Cina

7 hari lalu

Digagas JK pada 2016, Ini Beda Rencana Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Indonesia-Cina

Presiden Jokowi mendiskusikan rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya dengan Menlu Cina, pernah akan dibangun pada 2018.

Baca Selengkapnya

Dua Laporan Polisi soal Dugaan Penistaan Agama Gilbert Lumoindong

8 hari lalu

Dua Laporan Polisi soal Dugaan Penistaan Agama Gilbert Lumoindong

"Saya tidak ada niat, saya mencintai umat Muslim. Saya minta maaf," kata Gilbert Lumoindong

Baca Selengkapnya

Dimulai Hampir Setengah Abad Lalu, Ini 4 Fakta di Balik Sanksi Terhadap Iran

10 hari lalu

Dimulai Hampir Setengah Abad Lalu, Ini 4 Fakta di Balik Sanksi Terhadap Iran

Sanksi ekonomi Iran telah dimulai hampir setengah abad lalu.

Baca Selengkapnya

Uni Eropa Ajukan Perluasan Embargo terhadap Iran Setelah Serang Israel, Ini Riwayat Negara Barat Embargo Iran

10 hari lalu

Uni Eropa Ajukan Perluasan Embargo terhadap Iran Setelah Serang Israel, Ini Riwayat Negara Barat Embargo Iran

Sepanjang sejarah, Iran telah menjadi sasaran berbagai sanksi internasional atau embargo dari beberapa negara, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Baca Selengkapnya