IA-CEPA Diteken, Produk Ekspor ke Australia Dituntut Kompetitif
Rabu, 6 Maret 2019 10:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus mengatakan kesepakatan baru perdagangan antara Indonesia-Australia (IA-CEPA) bisa memberikan peluang peningkatan ekspor berbagai produk unggulan Indonesia. Namun, ia mengingatkan perlunya perbaikan daya saing maupun kualitas produk Indonesia yang nantinya akan membanjiri pasar Australia.
Selain soal kualitas, menurut Heri, tantangan lainnya adalah persyaratan Non-Tariff Measure (NTM), atau aturan-aturan non tarif yang ditetapkan oleh Australia untuk melindungi produk dalam negeri. "Itu justru yang menyulitkan negara-negara berkembang untuk masuk ke negara maju. Kita sudah bisa belum menghadapi NTM-nya? Itu yang jadi pekerjaan rumah," ujar dia.
Sebelumnya, Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-CEPA) resmi disetujui kedua negara pada Senin 4 Maret 2019. Pemerintah memastikan komitmen ini akan mengeliminasi 100 persen tarif barang asal Indonesia ke Australia dan 94 persen tarif barang Australia ke Indonesia. Dalam bidang investasi dan pelayanan, kedua negara juga akan saling memiliki akses lebih, salah satunya pada pergerakan jasa bidang profesi.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Rosan P Roeslani memprediksi penandatanganan IA-CEPA dapat meningkatkan ekspor ke Indonesia sekitar 17-19 persen per tahun. Selain itu, tambah dia, penurunan tarif bea masuk hingga nol persen dapat membuat produk Indonesia berdaya saing tinggi dengan produk impor lain di pasar Australia.
Senada, pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih mengatakan bahwa IA-CEPA ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia. "Selama ini Australia bukan pasar yang mature buat Indonesia. Kurang dilihat,” kata dia.
Lana mengharapkan IA-CEPA ini bisa mendorong ekspor nonmigas yang selama ini belum sepenuhnya optimal ke Australia. Salah satu komoditas yang berpotensi mengalami peningkatan ekspor adalah minyak sawit (CPO) yang selama ini menghadapi hambatan nontarif di berbagai negara. "Jangan sampai terulang kejadian perjanjian perdagangan bebas, setelah naskah kerja sama ditandatangani, justru aliran barang impor lebih kencang daripada ekspor," kata dia.