Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memerikan keterangan kepada wartawan terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 20 Februari 2019. Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,6 triliun. Realisasi defisit APBN tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu mencapai Rp37,7 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti mengatakan keterlambatan pembayaran gaji guru honorer di sejumlah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat. Sebab, alokasi gaji para guru ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sudah disalurkan ke masing-masing daerah.
"Jadi gaji guru honor itu adalah porsi APBD, sebagian dibayar BOS, jadi tergantung daerah masing-masing," kata Astera saat ditemui usai acara konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarat Pusat, Rabu, 20 Februari 2019.
Sebelumnya dalam beberapa hari terakhir, sejumlah guru honorer di Kota Depok, Jawa Barat, mengeluh lantaran tak kunjung menerima gaji selama dua bulan berturut-turut. Proses penyaluran gaji guru honorer dari dana BOS ditengarai menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi keterlambatan.
Dana BOS untuk sekolah-sekolah di Indonesia berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan persetujuan Kemenkeu. Dana ini berada dalam pos anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) non-fisik.
"Tapi itu tergantung kinerja daerahnya, kalau kinerjanya belum bagus, belum bisa disalurkan," ujar Astera.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan realisasi penyaluran DAK non-fisik per Januari 2019 ini hanya mencapai Rp 4,08 triliun, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 4,82 triliun. "Kementerian terus melakukan upaya koordinasi untuk mendorong daerah mengoptimalkan penyerapan dana di daerah," kata Sri.