Rizal Ramli: Kedaulatan Pangan di Era Jokowi Makin Sulit Tercapai
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 18 Februari 2019 12:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyebut calon presiden inkumben Joko Widodo lebih banyak mempertahankan dan mengampanyekan program yang telah dikerjakannya dalam Debat Calon Presiden Kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Ahad malam, 17 Februari 2019.
Baca: Rizal Ramli Sebut Menkeu Sri Mulyani SPG Bank Dunia
"Hanya saja, selama 4 tahun terakhir janji kampanye tentang kedaulatan pangan semakin jauh dari jangkauan. Semakin sulit untuk tercapai," ujar Rizal dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 18 Februari 2019.
Apalagi, menurut dia, Jokowi masih banyak fokus kepada stabilitas harga. Karena itu, Rizal memprediksi kebijakan impor pangan masih akan tetap menjadi strategi penting dari pemerintahan Jokowi. Belum ada pergeseran strategi anyar kecuali mengulang praktek-praktek lama.
"Apalagi kebijakan impor yang jor-joran tersebut ditunggangi oleh kartel pemburu rente. Jokowi sama sekali mengabaikan pemburu rente tersebut dalam merusak kedaulatan pangan Indonesia," kata Rizal Ramli.
Di sisi lain, Rizal menilai penantang Jokowi, Prabowo Subianto, juga masih belum secara detail menyampaikan gagasannya soal kebijakan pangan. Namun, menurut dia, komitmen Prabowo dalam menciptakan kedaulatan pangan menjadi kenyataan sangat tegas dan jelas. "keberpihakannya kepada kepentingan petani pangan, petani kebun, dan nelayan, sangat kuat," kaya dia.
Sebelumnya, soal pangan sempat dibahas dalam debat semalam. Jokowi mengatakan bahwa jumlah produksi beras terus meningkat setiap tahun. Dia mencontohkan pada 1984, ketika swasembada beras terjadi, jumlah produksi mencapai angka 28 juta ton per tahun.
Jokowi mengatakan sedangkan sepanjang 2018 kemarin produksi beras telah mencapai angka 33 juta ton beras. Adapun jumlah konsumsinya hanya mencapai angka 29 juta ton. "Artinya apa? Ada stok, ada surplus sebanyak hampir 3 juta ton atau 2,8 juta ton. Apa artinya? Saat ini sebetulnya sudah surplus," kata Jokowi dalam acara debat capres Kedua di Hotel Sultan, Ahad, 17 Februari 2019.
<!--more-->
Menanggapi penjelasan Jokowi tersebut, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto justru mempertanyakan strategi kebijakan Jokowi. Menurut Prabowo, jika memang kondisinya surplus lalu mengapa kebijakan impor masih dilakukan. "Itu yang yang jadi masalah. Kalau sudah benar kelebihan tiga juta, kenapa harus impor?" ujar Prabowo.
Menurut Prabowo impor tidak perlu dilakukan, sebab jika dilakukan akan menggerus kondisi devisa negara. Prabowo menjelaskan jika dirinya terpilih, ia akan lebih condong untuk fokus pada pemberdayaan petani lokal supaya bisa meningkatkan produksi sehingga impor tidak lagi diperlukan.
Ketua Umum Partai Gerindra ini menuturkan, akan fokus pada strategi pembukaan lahan baru, kebijakan untuk membantu pemberian benih dan juga pemberian pupuk supaya tepat sasaran langsung kepada petani Menurut dia, inilah yang membedakan falsafah ekonomi yang diterapkan dirinya dengan Jokowi. "Kami berpegang kepada bahwa ekonomi harus untuk rakyat, bukan rakyat untuk ekonomi," kata Prabowo.
Menjawab Prabowo, Jokowi mengatakan bahwa dalam konteks komoditas hal yang paling sulit adalah menjaga keseimbangan harga. Terutama supaya para petani maupun masyarakat sama-sama bisa mendapatkan manfaatnya.
Mantan Walikota Solo ini menuturkan jika hanya ingin fokus untuk menyenangkan petani, pemerintah bisa saja menetapkan kebijakan untuk menaikkan harga produk gabah atau harga pokok penjualan. Namun, jika fokus pada kebijakan itu tentu akan berdampak pada harga di pasaran yang akan melambung.
"Keseimbangan inilah yang terus dijaga. Artinya apa? Petani juga bisa mendapatkan untung tetapi masyarakat juga bisa menjangkau harga yang ada di pasar," kata Jokowi di acara debat capres.
Baca: Rizal Ramli: Indonesia di Era Jokowi jadi Pengimpor Gula Terbesar
Jokowi menjelaskan bahwa pada posisi itulah sebenarnya fungsi pemerintah sebagai regulator bisa berjalan. Menjaga stabilitas harga, supaya kedua pihak tidak dirugikan dan sama-sama mendapat keuntungan.
DIAS PRASONGKO