TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyoroti angka defisit neraca perdagangan sepanjang 2018 yang mencapai angka US$ 8,57 miliar atau setara Rp 128,5 triliun dengan kurs dollar Amerika Serikat Rp 15 ribu.
Baca juga: Rizal Ramli Ingatkan Pemerintah Tak Pinjam dari Dua Lembaga Ini
"Impornya gede banget terus tumbuh, ekspor nya enggak naik, ini defisit neraca perdagangan paling payah sejak 1975," ujar Rizal di kawasan Epicentrum Kuningan, Jakarta, Selasa, 15 Januari 2019.
Atas rekor itu, Rizal mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo bahwa perekonomian sejatinya bukan soal pembangunan infrastruktur, tapi juga soal daya beli, neraca berjalan, hingga neraca transaksi berjalan. "Soal infrastruktur, saya angkat topi terhadap persistensi, tapi yang lainnya gimana? Menterinya doyan impor, inilah hasilnya."
Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat sepanjang Januari hingga Desember 2018 neraca perdagangan mengalami defisit. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan defisit sepanjang tahun tersebut mencapai angka US$ 8,57 miliar atau setara Rp 128,5 triliun dengan kurs dollar Amerika Serikat Rp 15 ribu.
"Karena itu pemerintah masih punya punya pekerjaan untuk menggerakkan ekspor sehingga bisa positif, meskipun banyak tantangan, karena ke depan pertumbuhan ekonomi global juga tidak terlalu menggembirakan," kata Suhariyanto di kantornya, Jakarta Pusat.
Dalam jangka lima tahun ke belakang, terakhir kali neraca dagang mengalami defisit adalah pada 2014 yang mencapai US$ 2,20 miliar. Sedangkan pada 2015-2017 neraca dagang menurut data yang dikeluarkan oleh BPS mengalami surplus. Tercatat masing-masing mengalami surplus sebesar US$ 7,67 miliar, US$ 9,48 miliar dan US$ 11,84 miliar.
Kendati demikian, merujuk pada data BPS sejak 1975, defisit perdagangan pada 2018 menjadi yang tertinggi. Menurut Suhariyanto, BPS hanya memiliki data neraca perdagangan sejak tahun 1976/1975.
"Sejak 1945 BPS terputus datanya, hanya ada tahun 1975-1976. Tahun 1975 itu defisit mencapai US$ 391 juta, yang 2018 ini besar," kata dia.
Suhariyanto menuturkan, defisit neraca perdagangan sepanjang 2018 dipicu tingginya impor migas terutama dari komoditas minyak mentah dan hasil olahan minyak. Hal ini terutama dipengaruhi pergerakan harga minyak dunia.
Baca berita Rizal Ramli lainnya di Tempo.co
DIAS PRASONGKO