Pemicu Transformasi Digital PT Pos Indonesia Tak Kunjung Selesai
Reporter
Yohanes Paskalis
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 7 Februari 2019 07:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pos Indonesia (persero) masih berjuang di tengah persaingan jasa pengiriman logistik era digital. Senior Vice President Kerja Sama Strategis dan Kelembagaan PT Pos Indonesia, Pupung Purnama, memastikan manajemennya terus berupaya meninggalkan cara kerja konvensional.
"Tentu ada transformasi bisnis menyikapi e-commerce yang booming, tapi tak mudah langsung mengubah semua lapisan kerja," kata Pupung kepada Tempo, Rabu 6 Februari 2019.
Simak: PT Pos Indonesia Janji Bayar Gaji, Pekerja Tetap Tuntut Direksi
Drama penundaan pembayaran gaji 23 ribu karyawan PT Pos Indonesia semakin membuka tabir kondisi keuangan perseroan yang semakin tertekan. Gaji senilai Rp 137 miliar, yang biasa dibayarkan kepada seluruh pegawai setiap tanggal 1, Jumat pekan lalu tertunda hingga akhirnya dibayarkan pada Senin, tiga hari kemudian.
Tak terlena oleh pencairan upah, ratusan anggota Serikat Pekerja Pos Indonesia Kuat Bermartabat (SPPIKB) memutuskan tetap berunjuk rasa di depan Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, kemarin. Mereka meyakini keterlambatan pembayaran gaji merupakan buntut kelemahan direksi dalam mengelola perseroan.
Pupung membenarkan keuntungan tahun berjalan perusahaannya menurun sejak 2015. Namun, dia menilai, hal itu tak hanya disebabkan oleh penyesuaian dari segi infrastruktur, tapi juga regulasi.
"PT Pos ini padat karya, bukan padat modal, sehingga banyak yang kami kerjakan manual," ujarnya. "Infrastruktur kami masih banyak berfokus untuk surat sebagai brand. Untuk beralih secara menyeluruh, kan butuh investasi besar."
Menurut dia, perseroan pun membutuhkan waktu untuk menyeragamkan kemampuan agen pos. Dengan lebih dari tiga ribu kantor cabang resmi di Indonesia, ucap dia, PT Pos Indonesia harus bekerja lebih efisien agar mampu beralih ke jasa digital. "Masalahnya, sekarang belum serempak. Misalnya kantor pengiriman siap, sementara kantor tujuan belum. Jadi, kami harus menyiapkan sumber daya secara menyeluruh dulu," kata Pupung.
<!--more-->
Digitalisasi bisnis perusahaan berlambang merpati jingga itu sudah diawali sejak Januari dua tahun lalu. Direktur Utama PT Pos Indonesia, Gilarsi Wahju Setijono, saat itu menyatakan komitmen bermitra dengan berbagai bisnis rintisan alias start-up.
PT Pos pun menggandeng perusahaan dagang digital, Blibli, untuk memperluas jangkauan penjualan. Toko offline Blibli pun ditempatkan di 32 kantor cabang kantor pos. Kedua pihak menerapkan transaksi semi-online, memungkinkan konsumen membeli dan membayar barang secara daring lalu mengambilnya secara manual di lokasi tertentu.
PT Pos Indonesia pun mulai mengembangkan bisnis ke ranah non-jasa pengiriman surat. Namun, merujuk ke laporan keuangan perseroan pada 2017, belum ada segmen baru yang bisa menyumbang pendapatan besar. Kontribusi layanan paket dan surat masih mencapai 53 persen, jauh di atas layanan jasa keuangan yang hanya menyumbang 19 persen pendapatan, juga retail yang mentok di angka 7 persen.
Ketua Umum SPPIKB, Akhmad Komarudin, menyatakan menunggu kelanjutan hasil rapat Serikat Pekerja dengan perwakilan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Berlangsung hampir empat jam di lantai 21 gedung Kementerian, kemarin, pertemuan itu dinilainya berakhir tanpa kejelasan. "Kami kawal kelanjutannya. Harus ada tata kelola keuangan dan hubungan manusia yang baik, agar kita dapat bersaing dengan swasta," ujarnya.
YOHANES PASKALIS PAE DALE | CAESAR AKBAR