Faisal Basri Kritik Impor Gula Melonjak Menjelang Pilpres
Reporter
Tempo.co
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 10 Januari 2019 12:48 WIB
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan tingginya impor gula disebabkan produksi dalam negeri tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan, khususnya industri. "Impor itu untuk industri,” ujarnya, Rabu, 9 Januari 2019.
Darmin menjelaskan, impor gula untuk industri diberikan berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian. Selain produksi dalam negeri tidak mencukupi, kata dia, impor dilakukan karena kualitas produksi gula nasional belum memenuhi standar industri. Terlebih, untuk kebutuhan industri makanan dan minuman, kualitas gula harus memenuhi standar International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA).
Selama 2018, pemerintah menetapkan impor gula mentah untuk industri rafinasi sebesar 3,6 juta ton. Sedangkan untuk periode Januari-Mei 2019, kuota impor yang diberikan sebanyak 1,1 juta ton guna menambal kebutuhan konsumsi.
Deputi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdhalifah Machmud, menuturkan kebutuhan konsumsi gula sebesar 2,9 juta ton dan industri 3,2 juta ton per tahun. "Sedangkan yang bisa diproduksi dalam negeri hanya 2,1 juta ton per tahun," ucapnya.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, mengatakan kebutuhan gula industri cukup besar, khususnya untuk industri makanan dan minuman. Sejauh ini, produksi gula dalam negeri hanya cukup untuk kebutuhan konsumsi. Untuk tahun ini, kebutuhan gula untuk industri mencapai 3,6 juta ton. "Untuk realisasinya, kami belum tahu. Kami hanya merekomendasikan. Tahun lalu sekitar 3 juta,” tuturnya.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Rusli Abdullah, menilai ketidakakuratan data permintaan dan penawaran gula yang belum aktual menjadi penyebab impor tinggi. Hal tersebut, kata dia, sering terjadi pada komoditas yang melibatkan tanah sebagai produksi. "Untuk masalah konsumsi gula, terkadang data dari kita masih belum bisa menuju pada tahap yang aktual," ucapnya.
Selain itu, beberapa faktor lainnya adalah keterbatasan lahan dan kapasitas mesin pabrik yang tidak optimal. Di Indonesia, Rusli melanjutkan, tidak semua pabrik beroperasi penuh karena kurangnya pasokan tebu. Sehingga kinerja pabrik tidak dalam kondisi full capacity. Apalagi tebu merupakan tanaman musiman.
Baca: Ekonom Faisal Basri Prediksi Inflasi 2019 Capai 5 Persen
Hal ini diperparah, menurut Rusli, karena kalangan pengusaha enggan membangun pabrik gula. "Kalau pasokan tebu diperbanyak, setahun mungkin terus produksi. Namun suplai terbatas karena petani lebih tertarik pada tanaman lain," menanggapi kritik terkait tingginya impor dan harga gula di IndonesiatuturnyaFaisalBasri.
LARISSA HUDA