Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto serta Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti di kantor BPS Indonesia, Pasar Baru, Jakarta, 15 Maret 2018. TEMPO/Lani Diana
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan BPS berbenah menghadapi era Revolusi Industri 4.0 di mana terjadi perubahan sektor industri di dunia yang dipengaruhi maraknya perkembangan teknologi dan internet.
Dengan adanya perubahan tersebut, kantor statistik pun dituntut mampu memodernisasi sistem manajemen dan bisnis proses penyediaan statistik, serta meningkatkan kolaborasi aktif dengan para pemangku kepentingan, penyedia dan pengguna data.
"Revolusi 4.0 terjadi karena konvergensi berbagai teknologi digital yang berkembang di abad 21. Teknologi yang murah dan masif ini menimbulkan fenomena disrupsi dan melahirkan model-model bisnis baru. Ini memang membawa perubahan baru dengan kecepatan yang membuat kita terkaget-kaget. Kita semua harus beradaptasi dan berubah, kalau tidak kita akan musnah," ujar Suhariyanto yang dalam acara "Sosialisasi Satu Data Indonesia menuju Revolusi Industri 4.0" di Jakarta, Senin, 26 November 2018.
BPS sebagai lembaga pemerintah yang menjadi rujukan utama data dan informasi statistik, menghasilkan data statistik dasar dan data statistik sektoral. Data statistik sektoral dikumpulkan dari berbagai instansi sektoral yang kemudian dikompilasi menjadi satu publikasi, baik tingkat nasional maupun daerah.
Data statistik sektoral yang diterbitkan dalam publikasi tersebut, didasarkan atas laporan dari masing-masing kementerian dan organisasi perangkat daerah.
Namun berdasarkan beberapa kajian data yang telah dilakukan di beberapa provinsi, ditemukan adanya inkonsistensi penyajian data, baik di level nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Persoalan ini juga ditambah dengan belum kuatnya forum data di pusat dan daerah.
"Saat ini sedang dikembangkan Sistem Data Statistik Terintegrasi atau SimDaSi, yaitu sebuah implementasi dari penerapan prinsip-prinsip satu data dalam kompilasi data sektoral, yang dapat menjadi solusi dalam mengatasi inkonsistensi data sektoral," ujar Suhariyanto.
Dia menambahkan upaya mengatasi inkonsistensi data sendiri memang dilakukan pemerintah melalui kebijakan Satu Data Indonesia. Satu Data Indonesia merujuk pada kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, data yang dihasilkan harus mudah diakses dan dibagipakaikan antar kementerian/lembaga dan perangkat daerah melalui pemenuhan standar data, meta data, interoperabilitas data dan menggunakan kode referensi dan data induk.
Hal tersebut sesuai dengan Rancangan Peraturan Presiden tentang Satu Data Indonesia yang saat ini sedang menunggu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.