Nasib Jagung Era Jokowi: Klaim Surplus Dulu, Impor Kemudian?
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 9 November 2018 20:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Proses impor 100.000 ton jagung untuk kebutuhan pakan ternak tengah berjalan. Rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 2 November 2018 menyetujui usulan impor dari Kementerian Pertanian (Kementan). Kementan pulalah beberapa bulan sebelumnya menyatakan produksi jagung nasional melebihi kebutuhan alias surplus.
Baca: Mentan Sebut Stok Jagung Dalam Negeri Dikuasai Perusahaan Besar
"Usulan Mentan impor 100 ribu ton, rakor pun menugaskan Bulog (mengimpor)," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita selepas acara jumpa pers hasil Trade Expo 2018 di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat, 9 November 2018.
Dalam rapat itu, sejumlah pihak hadir yaitu Enggartiasto, Amran, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, dan Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Wahyu Kuncoro, hingga Ketua Satgas Pangan Inspektur Jenderal Setyo Wasisto.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menyebut Kementerian Perdagangan menampung usulan 50 sampai 100 ribu ton impor jagung dari Kementan sesuai hasil rakortas. Kemendag kemudian bersurat ke Kementerian BUMN untuk penugasan impor kepada Bulog.
Selanjutnya, Bulog mengajukan Persetujuan Impor (PI) melalui Online Single Submission (OSS). Setelah laporan diterima Kemendag, barulah Bulog melakukan impor. Sampai saat ini, Oke belum mengetahui apakah tahapannya sudah sampai ke tingkat OSS atau belum.
Perihal dari negara mana jagung akan didatangkan, Oke menyebut itu adalah keputusan Bulog sepenuhnya. Hasil rakortas hanya memerintahkan agar jagung impor itu dijual dengan harga Rp 4000 per kilogram karena saat ini para peternak mandiri kekurangan dan butuh jagung dengan harga terjangkau.
Ribut-ribut soal jagung untuk pakan ternak ini sebenarnya telah berlangsung sejak bulan lalu.Wakil Ketua DPR Fadli Zon pun melontarkan kritik terkait komoditas jagung yang mengalami lonjakan harga dan sulit ditemukan di pasaran. Menurut Fadli, kondisi ini telah terjadi hampit tiga bulan lamanya sehingga peternak ayam mengalami krisis pakan jagung.
<!--more-->
"Kondisi para peternak sudah sangat mengkhawatirkan dan sangat berbahaya dampaknya secara jangka panjang," kata Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) ini melalui akun twitternya, Jumat, 12 Oktober 2018.
Menurut Fadli, harga jagung saat ini sudah menyentuh harga Rp5.000-Rp5.300 per kilogram, padahal harga acuan ditingkat petani Rp3.150 per kg dan ditingkat konsumen Rp. 4.000 per kg. "Dengan harga tersebut, pasokan jagung juga minim. Padahal komponen utama pakan ayam petelur adalah jagung," ujarnya.
Harga jagung seperti yang disampaikan Fadli sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2018 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen.
Dalam peraturan tersebut, Kementerian Perdagangan menetapkan harga acuan pembelian jagung di tingkat petani berdasarkan kandungan airnya, mulai dari kandungan air 15 persen seharga Rp 3.150 hingga kandungan air 35 persen seharga Rp 2.500
Kritikan Fadli ini dibenarkan oleh sejumlah peternak. Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Singgih Januratmoko mengatakan bahwa harga jagung untuk pakan sudah mengalami kenaikan rata-rata sebesar Rp 500 sejak Januari 2018. Untuk pakan ayam layer atau petelur, harga naik dari Rp 5000 menjadi Rp 5500 per kg.
"Sementara harga jagung untuk pakan ayam broiler atau pedaging naik dari Rp 6000 menjadi Rp 7000 per kg," kata dia saat dihubungi, 1 Oktober 2018.
Jauh sebelum itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto mengatakan bahwa secara umum produksi jagung nasional saat ini sangat baik. "Kita masih surplus sebesar 12,98 juta ton, dan bahkan Indonesia telah ekspor jagung ke Filipina dan Malaysia sebanyak 372.990 ton,” kata dia dikutip dari Bisnis Indonesia, Kamis, 27 September 2018.
Klaim inilah yang dikritik keras oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Peternakan dan Perikanan, Anton J. Supit. Ia mengatakan persoalan harga jagung ini tidak bisa diselesaikan dengan argumen surplus semata. "Bisa saja bilang surplus, tapi jagung itu dimana, tolong tunjukkan ada dimana," kata dia.
<!--more-->
Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi, membenarkan bahwa harga jagung mengalami kenaikan lantaran persoalan distribusi dan musim panen. "Pertama, lokasi produksi peternakan yang tidak sama dengan lokasi produksi jagung," kata Agung saat ditemui di Balai Besar Pasca Panen, Kementerian Pertanian, di Bogor, Jawa Barat, Senin, 15 Oktober 2018. Kondisi ini, kata dia, membuat biaya distribusi jagung ikut naik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang membawahi Kementan dan Kemendag, sempat mempertanyakan usulan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman perihal impor jagung. Padahal, Amran sempat menyebutkan Indonesia mengalami surplus produksi jagung.
"Dia mengusulkan perlu impor jagung, saya juga tanya, 'katanya surplus?' Akhirnya dijawab karena harganya naik," ujar Darmin di kantornya, Rabu malam, 7 November 2018. Sehari sebelumnya, Amran mengatakan impor jagung hanya untuk mengontrol harga agar stabil.
Sebab, di pasaran, harga jagung telah menyentuh Rp 5 ribu per kilogram dan bisa menyulitkan para peternak. Menurut dia, apabila harga jagung menurun, impor tak akan dilanjutkan.
“Ini baru rencana impor jagung 50 ribu oleh Bulog. Itu pun pemerintah yang impor bukan dilepas. Kalau mungkin harga turun, enggak mungkin dikeluarin sebagai alat kontrol aja,” kata Amran di Kementerian Pertanian, Selasa, 6 November 2018.
Menteri Enggartiasto hanya tertawa ketika ditanya apakah ada arahan dalam rakortas agar tidak ada lagi klaim surplus di kemudian hari. "Gak ada arahan, siapa yang ngarah-ngarahain," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO | CAESAR AKBAR | BISNIS