Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) melantik 1.994 orang calon Muda Praja menjadi Muda Praja IPDN, di Lapangan Parade Abdi Praja, Jatinangor, Sumedang, Jumat, 2 Nopember 2018. (dok Pemprov Jabar)
TEMPO.CO, Yogyakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK dulu kerap marah jika diolok soal profesinya sebagai pedagang atau pengusaha. Posisi pengusaha atau pedagang di masa lalu, ujar JK, seolah lebih rendah dibanding profesi lain.
"Saya dulu merasa tersinggung kalau ada yang bilang, 'Dasar pedagang'. Seolah profesi pedagang itu rendah," ujar JK saat memberi kuliah umum bertema Kewirausahaan dalam perayaan Dies Natalis ke 60 Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran di Yogyakarta Minggu 4 November 2018.
Padahal, kata JK, justru pedagang yang selama ini perannya besar dalam membayar pajak yang menjadi sumber utama pendapatan negara dan membiayai berbagai urusan pemerintahan.
JK pun mencontohkan, jika ada gerakan bela negara, maka yang menjadi garda terdepan tak lain militer dengan kekuatan tentaranya yang hebat serta armada tempur yang kuat. "Dari mana biayanya itu semua (militer yang kuat)? Dari pajak. Siapa yang banyak bayar pajak? pedagang, pengusaha," ujar JK.
Sayangnya, ujar JK, saat ini ia masih melihat cita-cita menjadi pengusaha belum terlalu mendominasi lulusan perguruan tinggi. Sebagian besar lulusan universitas masih membidik profesi pegawai termasuk pegawai negeri sipil yang peluangnya sangat kecil. JK menyebut pelamar seleksi PNS tahun ini ada 44,4 juta orang namun yang dibutuhkan hanya 120 ribu orang.
"Kalau dulu memang pengusaha lahir karena keluarganya pengusaha, tapi sekarang sudah lain, semua bisa jadi pengusaha, apalagi ada kemajuan teknologi," ujar JK.
JK menuturkan ketimpangan antara lulusan yang berminat menjadi pengusaha dan profesi lain ini seharusnya segera di atasi. Termasuk peran kampus dalam mendorong lulusannya mau berwirausaha.
JK mencontohkan di kalangan pengusaha keturunan Tionghoa misalnya, ada sebuah kultur yang cukup baik dalam memupuk jiwa wirausaha dalam keluarganya. Dalam catatan Jusuf Kalla, pengusaha Tionghoa memiliki kultur yang ia sebut deret ukur seperti ilmu dalam matematika. Yaitu ketika seorang pengusaha punya tiga anak, maka semuannya menjadi pengusaha. Saat ketiga anaknya itu memiliki masing-masing tiga anak, semua juga menjadi pengusaha lagi.
"Mendidik generasi selanjutnya menjadi lebih banyak pengusaha ini yang harus kita dorong, sehingga profesi wirausaha di negeri ini makin banyak," ujar Jusuf Kalla.