Awasi Mandatori B20, ESDM Lakukan Silent Audit
Reporter
Larissa Huda
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 4 September 2018 12:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan mengawal secara ketat perluasan penggunaan campuran biodiesel 20 persen (Mandatori B20) ke solar non-pelayanan publik yang berlaku mulai Sabtu pekan lalu. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana, kemarin.
Baca: Kemenhub Buat Peraturan Menteri Wajib Gunakan B20
Rida menuturkan, dalam beberapa waktu ke depan, akan dilakukan silent audit untuk memastikan kebijakan tersebut dipatuhi oleh penyalur solar nonsubsidi dan non-public service obligation (PSO). “Tentu saja audit ini dilakukan tanpa ada pemberitahuan,” kata Rida kepada Tempo, Senin, 3 September 2018.
Selama ini, kata Rida, pengawasan program B20 telah dilakukan tersendiri oleh tim kementerian. Namun dia enggan memastikan apakah tim yang sama, atau bahkan ada tim khusus, yang akan melaksanakan audit mirip inspeksi mendadak ini. Yang jelas, dia memastikan pelaksanaan silent audit ini merupakan instrumen pelengkap dari pengawasan tim sebelumnya.
Selama ini program B20 hanya diterapkan pada solar bersubsidi dan solar untuk kebutuhan pembangkit listrik PT PLN (Persero). Pemerintah memutuskan memperluas cakupan program ke solar non-PSO untuk mengurangi impor bahan bakar minyak
Pembatasan impor ditempuh pemerintah, menyusul makin lebarnya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), yang pada kuartal II lalu mencapai US$ 8 miliar atau 3 persen dari produk domestik bruto. Tingginya defisit CAD membuat langkah stabilisasi nilai tukar rupiah makin sulit.
Adapun kebijakan B20 kini wajib diterapkan oleh badan usaha pengguna BBM non-PSO, seperti sektor transportasi, industri, pertambangan, dan ketenagalistrikan. Rida menyebutkan pengawasan akan dilakukan terhadap semua lini usaha, dari produsen biodiesel hingga ke produk yang dikonsumsi pengguna akhir.
<!--more-->
Sejak meluncurkan perluasan program ini, Kementerian ESDM menegaskan tidak ada lagi produk B0 di pasar. Kementerian mengancam akan menjatuhkan sanksi tegas kepada pelaku usaha yang tak mematuhi kebijakan ini. Jenis hukuman telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Dalam aturan tersebut, badan usaha BBM yang tidak mencampur bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel ke solar dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 6.000 per liter volume yang wajib dicampur. Mereka juga diancam izin usahanya dicabut. “Masyarakat juga bisa ikut berpartisipasi dalam pengawasan B20 ini dengan menyampaikannya melalui call center 14036,” kata Rida.
Corporate Secretary PT Pertamina Syahrul Mukhtar memastikan perseroan akan mendukung kebijakan ini. Dia tak khawatir akan rencana Kementerian melakukan audit. “Bagi kami, audit itu sudah biasa, bahkan kami rutin melakukan audit internal,” ujarnya.
Walau begitu, Syahrul mengatakan, sampai hari ini, B20 baru terealisasi 95 persen. Sebab, menurut dia, pasokan fatty acid methyl ester (FAME) dari badan usaha penyedia BBN belum mencukupi di Jawa Timur. Karena itu, sejauh ini Pertamina lebih dulu berfokus pada terminal bahan bakar minyak (TBBM) untuk kemudian disalurkan ke TBBM kecil.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan juga memastikan anggotanya siap bekerja sama dengan semua pihak untuk mendukung kebijakan pemerintah. Namun dia mengatakan sejauh ini Aprobi belum sepenuhnya menjalankan program B20 lantaran masih ada kendala di lapangan. “Kami sedang proses merealisasi B20. Namun semua tidak bisa sekaligus. Ada saja kendala di lapangan, misalnya pengirimannya,” kata Paulus.
Baca: Mandatori B20 Dinilai Tak Sejalan dengan Perkembangan Teknologi
Paulus menyebutkan Aprobi tidak akan mempermasalahkan ancaman sanksi dari Kementerian ESDM. Asalkan, menurut dia, sanksi diberikan apabila terbukti ada kesengajaan pelaku usaha melanggar kebijakan Mandatori B20 itu. “Tapi, kalau yang terjadi itu karena kapal mogok, ya, jangan dong,” tuturnya.