Kemenkeu: Utang yang Jatuh Tempo pada 2020 Lebih Sedikit
Reporter
Chitra Paramaesti
Editor
Dewi Rina Cahyani
Rabu, 22 Agustus 2018 09:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Schneider Siahaan, mengatakan jatuh tempo utang di tahun 2020 lebih sedikit dibandingkan tahun ini.
Baca: Sri Mulyani Sebut Pidato Ketua MPR soal Utang Menyesatkan
"Kami kelola utang, diatur jatuh temponya supaya jangan di tahun yang sama," kata Schnieder di Kantor Kemenkeu, Selasa, 21 Agustus 2018.
Schneider Siahaan menatakan utang digunakan untuk kesejahteraan masyarkat Indonesia. "Kita terima sama-sama sebagai konsekuensi kita membangun masyarakat," ujar dia.
Saat ini, utang Indonesia dalam bentuk rupiah. Schneider menjelaskan porsi rupiah pada utang ialah 60 persen. Schneider mengatakan, Indonesia mampu membayar utang-utang sebelum jatuh tempo.
Menurutnya, tahun 2018 jatuh tempo pembayaran utang yang harus dilunasi Rp 409 triliun. Namun, dengan meningkatnya pendapatan pajak, utang tersebut dapat dibayarkan.
Schneider menuturkan, penerimaan pajak Indonesia Rp 2.000 triliun, kemudian pendapatan lainnya berasal dari penerimaan bukan pajak, yaitu ekspor dan layanan pemerintah. "Kita mampu, karena penerimaan pajak kita tinggi," tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa tahun depan pemerintah menghadapi tantangan cukup berat khususnya dalam mengelola anggaran karena utang jatuh tempo yang besar. Sedikitnya besar utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah di tahun 2019 mencapai Rp 409 triliun.
Sri Mulyani menyebutkan defisit anggaran akan ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman. Selain itu mengaku kebijakan efisiensi pembiayaan anggaran agar tercapai fiscal sustainability.
Baca: Siapkan Strategi Pembiayaan Utang 2019, Kemenkeu Amati Pasar Uang
Defisit anggaran pada RAPBN 2019 diperkirakan mencapai Rp 297,2 triliun. Nilai itu setara dengan 1,84 persen terhadap PDB atau turun dibandingkan outlook APBN 2018 sebesar 2,12 persen terhadap PDB. Adapun keseimbangan primer terus diupayakan mengalami penurunan menjadi negatif Rp 21,7 triliun dari outlook 2018 sebesar negatif Rp 64,8 triliun.
CHITRA PARAMAESTI | CAESAR AKBAR
Baca berita lainnya tentang utang di Tempo.co.