TEMPO.CO, Jakarta- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 surplus US$ 1,74 miliar atau setara dengan Rp 25 triliun. Kondisi itu dipicu surplus sektor non migas US$ 2,14 miliar.
"Namun sektor migas defisit US$ 0,39 miliar," kata Suhariyanto di Kantor BPS, Senin, 16 Juli 2018.
Jika diambil rata-rata sejak Januari-Juni 2018, Suhariyanto menuturkan neraca perdagangan Indonesia masih dalam kondisi defisit. Surplus hanya terjadi pada Maret dan Juni 2018.
Suhariyanto menjelaskan defisit pada Januari-Juni 2018 berjumlah US$ 1,02 miliar. Hal tersebut merupakan selisih dari nilai ekspor US$ 88,01 miliar dan impor US$ 89,04 miliar.
Peningkatan ekspor migas, kata Suhariyanto, disebabkan meningkatnya nilai ekspor minyak 4,22 persen menjadi US$ 544,2 juta. Kemudian ekspor gas 15,45 persen menjadi US$ 1,05 miliar.
Suhariyanto menjelaskan, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia periode Januari-Juni 2018 mencapai US$ 88,02 miliar. Dia mengatakan nilai ekspor itu naik 10,03 persen dibanding periode yang sama pada 2017.
Namun, ujar Suhariyanto, nilai tersebut menurun 19,80 persen, jika dibandingkan ekspor pada Mei 2018. "Yaitu dari US$ 16, 2 miliar menjadi US$ 12,9 miliar," tutur dia dalam penjelasan soal neraca perdagangan Indonesia.
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
10 hari lalu
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.