Revisi Aturan Standar Emisi Bikin Biaya Produksi PLTU Mahal

Kamis, 28 Juni 2018 06:30 WIB

Amdal Pulau G Terganjal Pembangkit Listrik
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Listrik Swasta Indonesia menolak rencana pemerintah mengetatkan baku mutu emisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Juru Bicara Asosiasi Rizal Calvary menganggap revisi aturan ini justru membengkakkan biaya pokok produksi pembangkit batubara.
"Penurunan ambang batas emisi tak menjadi soal bagi IPP (independent power producer) sepanjang pemerintah atau PLN siap menanggung biayanya," ujar Rizal kepada Tempo, Rabu 27 Juni 2018.
Rizal mengatakan saat ini pembangkit yang dimiliki pengembang sudah memiliki teknologi untuk menekan emisi. Dia juga mengklaim pengelola sudah memenuhi standar yang termuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik thermal.
Asosiasi menganggap, jika berlaku, aturan baru bakal mempersulit investasi ketenagalistrikan. Berdasarkan perhitungan Greenpeace, pengembang perlu menambah biaya untuk penambahan fasilitas penekan sulfur oksida yaitu fluegas desulfurization rata-rata akan US$ 228 per kilowatt (KW). Ada juga fasilitas pengontrol merkuri seharga US$ 3 per KW.
Berdasarkan draf revisi, aturan baru membagi batas emisi berdasarkan dua kategori. Pertama adalah pembangkit yang sudah direncanakan dan/atau beroperasi sebelum aturan berlaku. rencana batas emisinya adalah 550 mg Nm3 untuk sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NO2), partikel material maksimal 100 mg/Nm3, dan merkuri sebesar 30 mikrogram/Nm3.
Bagi pembangkit pembangkit yang sudah direncanakan dan/atau beroperasi sebelum aturan berlaku, batas SO2 dan NO2 masing-masing adalah 200 mg//Nm3. Standar partikel materialnya adaah 75 mg/Nm3 dan merkuri 30 mikrogram/Nm3. Batas emisi saat ini jauh lebih longgar yaitu sebesar 850 mg/Nm3 untuk NO2 dan 750 mg/Nm3 untuk SO2.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga mengatakan revisi aturan akan menambah biaya yang cukup besar. Sementara pemerintah menginginkan biaya produksi listrik bisa ditekan semurah mungkin.
Karena itu, Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian Energi Munir Ahmad menyatakan pembahasan revisi ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Menurut dia, revisi standar belum dibutuhkan karena semua PLTU baru sudah menggunakan teknologi ultra super critical yang ramah lingkungan.
"Memang ditunda. Sudah dua bulan tidak ada pembahasan revisi. Kalau (aturan) dipaksakan akan memberatkan," ujar Munir.
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan, Dasrul Chaniago, pengetatan standar emisi memang tidak mudah, khususnya bagi PLTU yang sudah ada. Risikonya bisa mengganggu keandalan listrik.
Dasrul menceritakan, jika revisi berlaku, sistem kelistrikan Jawa-Bali bisa mengalami pemadaman hingga enam bulan karena salah satu pembangkit harus dimatikan untuk pememasangan fasilitas pengurang emisi. Sementara, saat ini belum ada pembangkit pengganti dengan kekuatan setara unit itu. Dia enggan menjelaskan pembangkit mana yang dimaksud.
Menurut Dasrul, meski tidak mudah, standar emisi seharusnya diubah. Sebab, baku mutu polusi PLTU di Indonesia jauh lebih rendah dibanding negara berkembang seperti Cina dan India. "Lebih baik maju sedikit daripada tidak maju-maju," katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menganggap pengelolaan PLTU selama ini lebih membebani masyarakat karena pencemaran udara. Beban ini disebut dia sebagai biaya eksternalitas yang tidak ditanggung oleh pengembang maupun pemerintah. "Peningkatkan standar emisi penting untuk mengurangi biaya eksternalitas tersebut," kata Fabby. Kalau biaya itu masuk maka secara ekonomi pembangkit energi terbarukan lebih feasible daripada PLTU," kata Fabby.

Berita terkait

Penggemar K-Pop Minta Hyundai Mundur dari Investasi penggunaan PLTU di Kalimantan

23 hari lalu

Penggemar K-Pop Minta Hyundai Mundur dari Investasi penggunaan PLTU di Kalimantan

Penggemar K-Pop global dan Indonesia meminta Hyundai mundur dari investasi penggunaan PLTU di Kalimantan Utara.

Baca Selengkapnya

Setelah Cegah 3 Orang ke Luar Negeri, KPK Panggil Direktur PT Bhatara Titih Sempurna Kasus Korupsi PLN Sumbagsel

26 hari lalu

Setelah Cegah 3 Orang ke Luar Negeri, KPK Panggil Direktur PT Bhatara Titih Sempurna Kasus Korupsi PLN Sumbagsel

KPK memanggil Direktur PT Bhatara Titih Sempurna, Yollid Chollidin, sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi di PT PLN (Persero) UIP Sumbagsel.

Baca Selengkapnya

Kasus Korupsi PLN di PLTU Bukit Asam, KPK Tetapkan Tersangka dan Cegah 3 Orang ke Luar Negeri

41 hari lalu

Kasus Korupsi PLN di PLTU Bukit Asam, KPK Tetapkan Tersangka dan Cegah 3 Orang ke Luar Negeri

KPK mecegah 2 pejabat di PT PLN dan 1 orang pihak swasta pergi ke luar negeri dalam proses penyidikan korupsi PLN ini.

Baca Selengkapnya

Sekretariat JETP Tunggu Aturan Kementerian ESDM untuk Pandu Pensiun Dini PLTU Batu Bara

29 Februari 2024

Sekretariat JETP Tunggu Aturan Kementerian ESDM untuk Pandu Pensiun Dini PLTU Batu Bara

Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) menunggu perangkat peraturan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca Selengkapnya

Butuh Biomassa untuk PLTU, PLN Tanam 50 Ribu Bibit Pohon di Gunungkidul

23 Februari 2024

Butuh Biomassa untuk PLTU, PLN Tanam 50 Ribu Bibit Pohon di Gunungkidul

Penanaman pohon indigofera oleh PLN menjadi bagian dari program ekonomi hijau di level desa, juga untuk memasok biomassa PLTU.

Baca Selengkapnya

Selain Nonton Dirty Vote, Tonton Juga Sexy Killers yang Rilis Sebelum Pemilu 2019

12 Februari 2024

Selain Nonton Dirty Vote, Tonton Juga Sexy Killers yang Rilis Sebelum Pemilu 2019

Sebelum Dirty Vote, Dandhy Laksono Lebih Dahulu menggarap Sexy Killers yang tayang ketika masa tenang Pemilu 2019. Dengan kisah berbeda, Sexy Killers lebih membahas persoalan lingkungan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Trend Asia Soroti Hilirisasi Nikel Jokowi Masih Bergantung pada PLTU Batu Bara: Memperburuk Kualitas Udara

29 Januari 2024

Trend Asia Soroti Hilirisasi Nikel Jokowi Masih Bergantung pada PLTU Batu Bara: Memperburuk Kualitas Udara

Trend Asia mengungkapkan kebijakan hilirisasi industri nikel yang digadang-gadang Presiden Jokowi masih bergantung pada PLTU batu bara.

Baca Selengkapnya

Studi Celios Sebut Pensiun PLTU Batu Bara Bersamaan Percepatan Pembangkit EBT Berkontribusi ke Ekonomi Nasional hingga Rp 82,6 T

25 Januari 2024

Studi Celios Sebut Pensiun PLTU Batu Bara Bersamaan Percepatan Pembangkit EBT Berkontribusi ke Ekonomi Nasional hingga Rp 82,6 T

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara memberi dampak positif ke sektor perekonomian.

Baca Selengkapnya

Isu Batu Bara Tak Banyak Dibahas Dalam Debat Cawapers, Greenpeace: Patut Dipertanyakan

23 Januari 2024

Isu Batu Bara Tak Banyak Dibahas Dalam Debat Cawapers, Greenpeace: Patut Dipertanyakan

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menyoroti isu energi yang dibahas dalam Debat Cawapres pada Ahad, 21 Januari 2024 lalu.

Baca Selengkapnya

Gibran dalam Debat Cawapres Pemilu 2024 Sebut Energi Hijau, Ini Batasannya

23 Januari 2024

Gibran dalam Debat Cawapres Pemilu 2024 Sebut Energi Hijau, Ini Batasannya

Debat Cawapres pada 21 Januari 2024, Gibran menyinggung perihal energi hijau sebagai transisi perusahaan industri di Indonesia.

Baca Selengkapnya