Stabilkan Rupiah, Pemerintah Akan Genjot Ekspor Sawit
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Wahyu Dhyatmika
Sabtu, 16 Juni 2018 17:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tengah berupaya mengatasi defisit neraca perdagangan yang merupakan salah satu faktor yang sempat membuat nilai tukar rupiah gonjang-ganjing. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit dalam 2-3 bulan terakhir.
"(Defisit) itu ikut memengaruhi tekanan terhadap pelemahan rupiah," ujar Darmin di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, jakarta Selatan, Sabtu, 16 Juni 2018. Saat ini nilai tukar rupiah sudah lebih stabil ketimbang beberapa pekan lalu. Namun, menurut Darmin, kondisi perekonomian belum benar-benar kembali normal.
BACA JUGA: Neraca Perdagangan Defisit, Ini Perhitungan BPS
Darmin menuturkan situasi perekonomian Indonesia telah lebih terkendali setelah adanya koordinasi antara pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan. "Situasi bisa lebih terkendali dan pasar lebih percaya karena tadinya kita dianggap tidak merespons dengan baik," ujar Darmin.
Walau demikian, kata Darmin, masih ada hal yang tidak bisa diperbaiki hanya dengan langkah koordinatif itu. Untuk itu, Darmin menilai perlu ada upaya agar neraca perdagangan Indonesia kembali positif. Salahsatu langkah yang disiapkan pemerintah adalah dengan menggenjot kembali ekspor, terutama komoditas kelapa sawit. "Ekspor kita hanya naik 8-9 persen year to date, sementara impornya naik 21 persen."
BACA JUGA: Menteri Keuangan Sri Mulyani Sebut Ini Cara Agar Neraca Perdagangan Tak Defisit
Untuk itu, Darmin mengatakan Presiden Joko Widodo telah berdiskusi dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, membicarakan soal tingginya bea masuk yang diterapkan India terhadap minyak sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia. Perkara bea masuk itu, kata Darmin, memang memegang andil terhadap turunnya ekspor CPO Indonesia ke India. "Mudah-mudahan agak turun dan neraca perdagangan bisa mengarah ke positif," kata Darmin.
Selain itu, Presiden Jokowi juga telah mengundang investor dari India terutama dari bidang bahan baku obat. Darmin mengatakan industri farmasi Indonesia sudah berkembang namun bahan bakunya masih banyak yang impor. "Padahal produk kita masih sedikit sekali untuk ekspor, hampir semua untuk melayani jaminan kesehatan di dalam negeri," ujar Darmin.
BACA JUGA: Defisit Neraca Perdagangan Disebabkan Sektor Migas
Untuk mengurangi impor bahan baku obat, pemerintah berupaya untuk mendorong pemain industri hulu bahan baku obat, yaitu industri petrokimia dan kimia dasar untuk masuk ke Indonesia. Caranya, dengan memberikan tax holiday bagi dua industri itu. "Supaya mereka mengembangkan industri hulunya di sini."
Selain dua industri itu, pemerintah juga memberikan tax holiday kepada industri besi dan baja. Sebab, Indonesia juga masih banyak mengimpor besi dan baja. Dengan demikian, ke depan, ia berharap bisa menekan angka impor yang besar itu.