TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menganggap wajar jika sektor migas menjadi salah satu penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan pada Februari 2018. Sebab, belanja modal ESDM tahun ini naik dua kali lipat dari tahun lalu.
"Kalau tahun lalu belanja modal ESDM USD 10 miliar, tahun ini belanja modalnya USD 20 miliar. Jadi pasti defisit," kata Jonan di kantornya pada Jumat, 16 Maret 2018.
Baca: BPS: Ekspor Nonmigas Indonesia Terpaku ke 3 Negara, Cina Terbesar
Menurut Jonan, tidak mungkin output langsung terlihat sementara barang modal baru masuk. "Enggak mungkin barangnya masuk sekarang besok sudah kelihatan output-nya," ujarnya.
Catatan Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit USD 116 juta pada Februari 2018. Hal itu dipicu defisit sektor migas yang mencapai USD 0,87 miliar. Selama Februari 2018, impor migas mencapai USD 2,26 miliar. Rinciannya, USD 932 juta untuk minyak mentah, USD 1,1 miliar untuk hasil minyak, dan USD 196 juta untuk gas.
Selisih ekspor-impor sektor migas minus USD 869 juta atau USD 0,87 miliar. Untuk selisih ekspor-impor nonmigas surplus USD 753 juta atau USD 75 miliar.
Dengan begitu, kinerja neraca perdagangan per Februari tersebut menandai defisit selama tiga bulan berturut-turut sejak Desember 2017. "Berdasarkan data, sektor migas masih menjadi penyumbang defisit," kata Kepala BPS Suhariyanto di lokasi yang sama.
Direktur Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Hidayat Amir menuturkan neraca perdagangan yang defisit karena impor barang baku atau belanja modal yang tinggi tidak mengkhawatirkan. Sebab, ke depan akan memberikan ekspektasi hasil produksi. "Kalau produksi bagus dan daya beli tetap terjaga, ekonomi kita akan tumbuh," ucap Amir saat ditemui Tempo di Bursa Efek Indonesia kemarin.
Baca berita lainnya tentang migas di Tempo.co.