Greenpeace Hentikan Kerja Sama dengan APP dan Sinar Mas

Selasa, 12 Juni 2018 16:05 WIB

Aktivis Greenpeace melakukan aksi menolak penebangan hutan di pengolahan bubur kertas milik Grup Sinar Mas di Perawang, Riau, Rabu (25/11). Aksi hingga saat ini masih berlangsung. Foto: Greenpeace/Robert Heinecken

TEMPO.CO, Jakarta - Greenpeace menghentikan semua keterlibatan dengan Asia Pulp & Paper (APP) serta Grup Sinar Mas karena keterkaitan dua perusahaan itu dengan deforestasi. Penelusuran Greenpeace Internasional melalui analisis pemetaan terbaru mengungkap hampir 8.000 hektare hutan dan lahan gambut telah ditebangi di dua konsesi yang terkait dengan APP dan perusahaan induknya, Sinar Mas, sejak 2013.

Kepala Global Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, mengatakan, pada 2013, perusahaan itu sebenarnya telah berkomitmen mengakhiri praktik deforestasi dengan menerapkan kebijakan konservasi. "Terdapat perkembangan positif dan negatif dalam implementasinya, tapi sekarang kondisi dalam bahaya, karena perusahaan ini kembali terlibat dalam kegiatan perusakan hutan,” kata Kiki di situs Greenpeace, Senin, 11 Juni 2018.

Baca: PLN Disebut Merugi, Greenpeace Minta Proyek PLTU Dibatalkan

Selama lima tahun terakhir, Greenpeace memberikan saran dalam penerapan kebijakan konservasi hutan yang dilaksanakan APP. Selama kurun waktu itu, APP telah membuat beberapa kemajuan dalam operasinya melalui penerapan pendekatan stok karbon tinggi, melakukan studi nilai konservasi tinggi, dan program untuk memblokade saluran drainase di lahan gambut.

Dilansir dari Reuters, Kiki mengatakan APP meminta Greenpeace mengecek pabrik mereka untuk membuktikan bahwa tidak ada kayu dari deforestasi di sana. "Tapi, jika staf dari Sinar Mas Group terlibat dalam perusahaan yang merusak hutan, ini melanggar komitmen APP,” kata Kiki. Anak usaha Sinar Mas Group, PT Muara Sungai Landak dan PT Hutan Rindang Banua, dituding melakukan perusakan hutan.

Advertising
Advertising

Baca: Golongan Listrik Disederhanakan, Greenpeace Ingatkan Krisis PLN

Menanggapi hal tersebut, APP menyatakan kecewa lantaran Greenpeace memperluas perjanjian dengan memasukkan kegiatan perusahaan induk, Sinar Mas Group; konsesi hutan yang tidak dimiliki oleh APP; dan perusahaan yang tidak memasok kayu ke APP.

"Masalah yang disebut oleh Greenpeace dalam pernyataan mereka berfokus pada tindakan bisnis yang tidak berada di bawah yurisdiksi langsung APP," kata APP dalam sebuah pernyataan. "Era kerja sama Greenpeace dan APP telah mencapai banyak hal, tapi pertarungan masih jauh dari selesai."

Direktur Sinar Mas Group, Joice Budisusanto, mengatakan setiap unit bisnis di bawah merek perusahaannya memiliki badan hukum sendiri yang dikelola secara independen. "Tetapi (mereka) berbagi sejarah dan nilai-nilai inti,” kata dia kepada Reuters. Sinar Mas Group berkomitmen pada standar teknis, lingkungan, dan sosial tertinggi.

Greenpeace menyebut analisis profil perusahaan resmi menunjukkan bahwa APP/Sinar Mas memiliki koneksi ke sejumlah perusahaan bubur kayu lainnya, termasuk sejumlah pemasok “independen” untuk APP. Perusahaan-perusahaan ini sebenarnya dimiliki oleh karyawan perusahaan Sinar Mas Group, termasuk sejumlah anggota keluarga Widjaja, melalui jaringan perusahaan induk.

Salah satu perusahaan bubur kayu di Kalimantan Barat, yakni PT Muara Sungai Landak (PT MSL), dimiliki oleh dua karyawan perusahaan yang terafiliasi dengan APP, yaitu Sinar Mas Forestry. Hampir 3.000 hektare hutan dan lahan gambut telah ditebangi PT MSL sejak 2013.

Sementara itu, perusahaan tambang Sinar Mas, Golden Energy and Resource (GEAR), telah secara terbuka mengakui memiliki PT Hutan Rindang Banua (PT HRB), sebuah konsesi kayu seluas 265.095 hektare di Kalimantan Selatan. Berdasarkan analisis citra satelit sejak 2013, di dalam konsesi milik PT HRB, sekitar 5.000 hektare hutan telah ditebang. “Bukti baru ini menunjukkan bahwa APP/Sinar Mas tidak serius menghentikan deforestasi di Indonesia,” kata Kiki.

Baca berita terkait Greenpace lainnya hanya di Tempo.co.

Berita terkait

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

8 jam lalu

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI mengklaim ekspor ke luar negeri turun, terutama di Eropa.

Baca Selengkapnya

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

2 hari lalu

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

Kebun sawit PT SKIP Senakin Estate, anak usaha Sinarmas, diduga menerabas hutan Cagar Alam Kelautku, Kalimantan Selatan.

Baca Selengkapnya

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

2 hari lalu

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

Lebih dari separo lahan sawit di Kalimantan Tengah diduga berada dalam kawasan hutan. Pemerintah berencana melakukan pemutihan sawit ilegal.

Baca Selengkapnya

KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188

6 hari lalu

KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188

Greenpeace meminta KKP segera menghukum pelaku sekaligus mendesak pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Penangkapan Ikan.

Baca Selengkapnya

Greenpeace Apresiasi KKP Tangkap Kapal Transhipment dan Mendesak Usut Pemiliknya

6 hari lalu

Greenpeace Apresiasi KKP Tangkap Kapal Transhipment dan Mendesak Usut Pemiliknya

Greenpeace Indonesia mengapresiasi langkah KKP yang menangkap kapal ikan pelaku alih muatan (transhipment) di laut.

Baca Selengkapnya

Kepala OIKN Klaim Pembangunan IKN Bawa Manfaat untuk Semua Pihak, Bagaimana Faktanya?

22 hari lalu

Kepala OIKN Klaim Pembangunan IKN Bawa Manfaat untuk Semua Pihak, Bagaimana Faktanya?

Kepala Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono klaim bahwa pembangunan IKN akan membawa manfaat bagi semua pihak.

Baca Selengkapnya

Penggemar K-Pop Minta Hyundai Mundur dari Investasi penggunaan PLTU di Kalimantan

26 hari lalu

Penggemar K-Pop Minta Hyundai Mundur dari Investasi penggunaan PLTU di Kalimantan

Penggemar K-Pop global dan Indonesia meminta Hyundai mundur dari investasi penggunaan PLTU di Kalimantan Utara.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: Daftar Pekerja yang Berhak Mendapat THR, 6 Jalan Tol Fungsional Saat Mudik

32 hari lalu

Terpopuler Bisnis: Daftar Pekerja yang Berhak Mendapat THR, 6 Jalan Tol Fungsional Saat Mudik

Berikut daftar pekerja yang berhak mendapat THR. Cek status magang dan honorer.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Grab Evaluasi SOP Pelayanan Buntut Kasus Pemerasan, Pesawat Jet Pribadi Harvey Moeis untuk Sandra Dewi

34 hari lalu

Terpopuler: Grab Evaluasi SOP Pelayanan Buntut Kasus Pemerasan, Pesawat Jet Pribadi Harvey Moeis untuk Sandra Dewi

Terpopuler: Grab Indonesia evaluasi SOP pelayanan buntut kasus pemerasan, deretan barang mewah dari Harvey Moeis untuk artis Sandra Dewi.

Baca Selengkapnya

Komitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan

37 hari lalu

Komitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan

Sinarmas dan RGE disebut di antara korporasi penerima dana kredit dari Uni Eropa itu dalam laporan EU Bankrolling Ecosystem Destruction.

Baca Selengkapnya