WNI Dilarang Masuki Israel, Potential Loss Capai Triliunan Rupiah
Reporter
Dias Prasongko
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 2 Juni 2018 07:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) memperkirakan adanya potensi kerugian yang cukup besar karena larangan turis Indonesia untuk berwisata ke Israel. Presiden ASITA Asnawi Bahar memperkirakan hal ini disebabkan oleh jumlah turis dari Indonesia ke Israel rata-rata tiap tahun mencapai 40 ribu orang.
"Tentu itu menghilangkan peluang untuk memperoleh pendapatan yang cukup besar bagi para pengelola agen tour and travel," kata Asnawi kepada Tempo, Jumat malam, 1 Juni 2018.
Baca: Turis Berpaspor Indonesia Tidak Bisa Masuk Israel
Sebelumnya, pemerintah Israel menerbitkan aturan yang melarang semua turis yang memiliki paspor Indonesia masuk ke wilayah itu. Keputusan ini diduga kuat diambil sebagai aksi balasan terhadap pemerintah Indonesia yang melarang warga negara Israel masuk ke Indonesia.
Adapun keputusan tersebut banyak disesalkan beberapa pihak karena Kota Yerusalem di Israel merupakan salah satu kota yang sering dikunjungi sebagai tempat ibadah dan wisata religi bagi wisatawan asal Indonesia. Apalagi kota tersebut menjadi sebuah kota bagi tiga agama, yakni Yahudi, Nasrani, dan Islam, yang layak dikunjungi oleh pemeluk ketiga agama itu.
Asnawi menjelaskan, sebagai gambaran, satu kali perjalanan wisata ke Yerusalem biasanya bisa menghabiskan dana minimal US$ 3.000 hingga US$ 4.000. Nilai tersebut setara dengan Rp 41,8 juta hingga Rp 55,8 juta jika menggunakan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), pada 31 Mei 2018, sebesar Rp 13.951 per dolar Amerika Serikat.
Dengan hitungan kasar, nilai kerugian akibat turis asal Indonesia tak bisa melancong ke Israel per tahunnya bisa mencapai Rp 2,23 triliun. Perhitungan itu dengan memasukkan asumsi jumlah turis sebanyak 40 ribu orang dan tiap orang merogoh kocek Rp 55,8 juta untuk biaya wisatanya.
Jumlah pengeluaran tersebut hampir sama antara wisata religi bagi kaum Nasrani maupun paket umrah plus yang juga menghadirkan Masjid Al Aqsa sebagai salah satu tujuan. Nilai tersebut, menurut Asnawi, tentu tidak sedikit.
Apalagi, kata Asnawi, jika dalam satu tahun satu agen bisa memiliki 50 orang yang menggunakan jasanya untuk berwisata ke Israel yang telah dijadwalkan jauh hari sebelumnya. "Ini kan mendadak. Sementara kita kan sudah membayar hotel, tiket, dan lainnya jauh-jauh hari. Tentu ini menambah pekerjaan dan tantangan bagi kami," katanya.
Asnawi menambahkan, kini dia menyerahkan hal ini kepada pemerintah. Ia juga mengatakan banyak pelanggan yang memaklumi adanya kejadian ini dan tak berniat membatalkan kesepakatan dengan agen perjalanan. Namun ia berharap pemerintah Indonesia segera mengambil langkah untuk mencairkan suasana dan mencari solusi lewat kebijakan diplomatik supaya hal ini tak terjadi berkepanjangan.
Terkait dengan hal ini, Kementerian Luar Negeri RI sudah mengetahui kebijakan yang telah diterbitkan Israel dan meminta masyarakat Indonesia memakluminya. Sebab, setiap negara memiliki kebijakan terkait dengan pemberian fasilitas visa, yakni memberikan atau tidak memberikan. "Semua itu (negara) punya kebijakan untuk menentukan langkah-langkah pemberian visa," kata Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir, Kamis, 31 Mei 2018.
Israel telah menerbitkan aturan yang melarang semua wisatawan asing dengan paspor Indonesia masuk ke wilayah itu. Sebuah biro perjalanan mengkonfirmasi menerima surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri Israel tertanggal 29 Mei 2018, yang menyatakan setelah 9 Juni 2018 pemegang paspor Indonesia atau warga negara Indonesia dinyatakan tidak dapat masuk ke Israel. Aturan ini berlaku hingga waktu yang belum ditentukan.
SUCI SEKARWATI