Indef: Pelemahan Rupiah Sangat Mengganggu Stabilitas Ekonomi
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 27 April 2018 13:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara, menilai kondisi pelemahan rupiah saat ini sangat berisiko mengganggu stabilitas ekonomi. Bahkan diprediksi akan berpengaruh terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya nonsubsidi.
"Apalagi impor minyak Indonesia setiap tahunnya mencapai 24,3 miliar dolar," ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Jumat, 27 April 2018.
Selain itu, kata dia, jika rupiah terus melemah hingga menyentuh level Rp 14 ribu, akan berdampak pada kenaikan harga bahan baku impor yang akan menaikkan biaya produksi. "Ongkos logistik untuk ekspor-impor juga terkena dampak pelemahan kurs karena sebagian besar menggunakan kapal asing," katanya.
Simak: IHSG Anjlok Terimbas Pelemahan Rupiah
Bhima mengatakan, mendekati Lebaran, bahan makanan, baik garam, gula, beras, daging, maupun bawang putih, masih bergantung impor. "Fluktuasi volatile food dan administered price yang bersamaan bisa memukul daya beli masyarakat."
Untuk itu, menurut Bhima, Bank Indonesia perlu menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Repo Rate karena tekanan eksternal terus melemahkan rupiah kendati dinilai sedikit lebih lambat daripada negara tetangga.
Bhima menuturkan menaikkan suku bunga acuan memang pilihan dilematis karena di satu sisi bunga bank rendah tetap diperlukan pelaku usaha dalam negeri. Namun, di sisi lain, rupiah melemah efeknya juga besar. "Jika BI 7-Day Repo Rate naik 25-50 bps, nilai aset, baik surat utang maupun saham, akan lebih menarik di mata investor," ujarnya.