40 Persen Surat Utang Indonesia Dikuasai Asing

Jumat, 13 April 2018 09:31 WIB

Pemerintah Diminta Waspadai Utang Swasta

TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menyebut kepemilikan asing terhadap 40 persen surat berharga negara (SBN) atau obligasi dalam utang luar negeri tidak menjadi masalah.

"Dibeli investor asing itu baik karena tandanya kita dipercaya. Prospek perekonomian baik dan mereka percaya kita dapat membayarnya," tutur Suminto dalam sebuah diskusi di kantor DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, Kamis, 12 April 2018.

Pemerintah sebelumnya merilis data jumlah utang pemerintah Indonesia hingga akhir Februari 2018 mencapai Rp 4.034 triliun. Posisi ini naik 13,46 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 3.556 triliun atau 29,24 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Berdasarkan data yang ia paparkan dalam presentasi, utang tersebut terbagi dalam dua jenis. Pertama, utang dalam bentuk pinjaman luar negeri yang tercatat sebesar Rp 777,54 triliun atau sekitar 19,27 persen dari total keseluruhan. Sementara kedua adalah utang dalam bentuk SBN sebesar 3.257,2 T atau 81,73 persen.

Sebanyak Rp 2.146,7 triliun dari total SBN tersebut dapat diperdagangkan atau tradeable. Sekitar Rp 858,7 triliun atau 40 persen diantaranya dimiliki asing dan 60 persen sisanya, sekitar Rp 1.288,2 triliun, dimiliki oleh domestik seperti Bank Reksadana, Asuransi, dan BPJS.

Advertising
Advertising

Dari data yang sama, sebanyak 41,7 persen dari SBN yang dimiliki asing, atau sekitar Rp 358,09 triliun, dimiliki oleh lembaga keuangan. Sebanyak 19,05 persen atau Rp 163,61 triliun dimiliki oleh reksadana. Bank sentral dan pemerintah asing memiliki sekitar 16,74 persen atau Rp 143,77 triliun. Sementara 12,85 persen atau Rp 110,34 triliun dimiliki oleh lainnya.

Baca: Soal Utang, Kemenkeu: Kita Pintar Mengkritik, Bukan Beri Solusi

Kemudian 5,43 persen atau Rp 46,63 triliun dimiliki oleh dana pensiun, 2,56 persen atau Rp 22,01 triliun dimiliki korporasi, serta Rp 10,21 triliun atau 1,19 persen dimiliki oleh asuransi. Kemudian 0,22 persen atau 1,91 triliun dimiliki oleh sekuritas, 0,20 persen atau Rp 1,75 triliun dimiliki oleh yayasan, dan terakhir 0,05 persen atau Rp 0,47 triliun dimiliki oleh perorangan.

Pihak asing yang memiliki SBN Indonesia untuk utang, lanjut Suminto, merupakan investor jangka panjang dan bukan sekedar spekulan. Meski begitu, ia mengaku pemerintah tetap memahami adanya potensi risiko penarikan modal oleh asing.

"Pihak asing yang memegang Rp 858,7 triliun obligasi kita itu rata-rata transaksi hariannya 8-11 triliun mereka jual. Itu masih jauh dari bahaya. Kalau Rp 100 triliun sehari, waduh, baru bahaya itu," ujar dia.

Dia melanjutkan pemerintah telah memiliki mekanisme untuk mengantisipasi jikalau pihak asing melepas kepemilikannya terhadap surat utang atau surat berharga negara (SBN).

"Kalau sampai kejadian seperti itu kami sudah memiliki mekanisme atau protokol untuk menanganinya. Misalnya, amit-amit, kalau terjadi capital outflow," tutur dia dalam sebuah diskusi di kantor DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, Kamis, 12 April 2018.

Berdasarkan pemaparan Suminto, langkah-langkah dalam tindakan itu adalah mengimplementasikan Crisis Management Protocol (CMP), Bond Stabilization Frameworks (BSF), meningkatkan koordinasi antara lembaga pemerintah, dan melakukan dialog berkelanjutan dengan para pelaku pasar.

Selain itu, langkah yang lain adalah membuat kebijakan khusus untuk mengatasi krisis yang dimasukkan dalam UU, lalu melakukan pengaturan fasilitas swap berdasarkan kerja sama internasional. Suminto juga menyebut ada empat tingkat krisis kondisi pasar SBN yang selalu dipantau, yaitu normal, waspada, siaga, dan krisis. Kemudian indikator-indikator yang diawasi adalah yield seri benchmark, nilai tukar, IHSG, serta kepemilikan asing di SBN.

Jika terjadi krisis, lanjut Suminto, pemerintah akan mengeluarkan dua kebijakan yaitu pembelian kembali SBN di pasar sekunder serta menunda atau menghentikan penerbitan SBN.

Ia pun mengaku pemerintah meneliti terlebih dahulu profil investor asing yang ingin membeli SBN Indonesia. Hal itu bertujuan untuk melihat besar tidaknya risiko jika menjual SBN kepada mereka. Namun, lanjut Suminto, sejauh ini risiko bisa dikelola karena pihak asing yang membeli SBN Indonesia merupakan investor jangka panjang. "Jadi bukan hanya sekedar spekulan saja," tutur dia.

Berita terkait

Apakah Orang yang Terlilit Pinjol Sulit Mengajukan Pinjaman di Bank?

6 hari lalu

Apakah Orang yang Terlilit Pinjol Sulit Mengajukan Pinjaman di Bank?

OJK melaporkan banyak orang terlilit pinjol dan paylater. Lantas, apakah orang terlilit pinjol masih bisa mengajukan pinjaman di bank?

Baca Selengkapnya

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

11 hari lalu

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Baca Selengkapnya

Cerita Warga tentang Kontraktor Pembangunan Masjid Al Barkah Jakarta Timur yang Mangkrak: Punya Banyak Utang

11 hari lalu

Cerita Warga tentang Kontraktor Pembangunan Masjid Al Barkah Jakarta Timur yang Mangkrak: Punya Banyak Utang

Ahsan Hariri, kontraktor pembangunan gedung baru Masjid Al Barkah di Cakung, Jakarta Timur, dikabarkan puunya banyak utang.

Baca Selengkapnya

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

11 hari lalu

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta Cina memainkan peran lebih besar dalam membantu negara-negara miskin yang terjebak utang.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

12 hari lalu

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

Pemerintah menyerap dana sebesar Rp 7,025 triliun dari pelelangan tujuh seri surat utang yakni Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

22 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

23 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

24 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

24 hari lalu

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

Partai politik pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden mendapat jatah menteri berbeda-beda di kabinet Prabowo mendatang.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

25 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya