Perang Dagang Amerika Cina, Indonesia Bisa Lirik Partner Lain

Reporter

M Yusuf Manurung

Editor

Martha Warta

Sabtu, 24 Maret 2018 14:18 WIB

Dari kiri, Alumni FIB UI asal Tiongkok Tian Jingjing, host diskusi Populi Centre dan Smart FM, Ichan Loulembah, pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie, dan pengamat perdagangan internasional FIB UI Fitrha Faisal, dalam sebuah diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, 24 Maret 2018. TEMPO/M Yusuf Manurung

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat perdagangan internasional dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal menilai pemerintah perlu melirik negara lain untuk dijadikan partner dagang. Negara-negara seperti dari Afrika dan Timur Tengah bisa menjadi alternatif partner, mengingat situasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina saat ini.

"Harus bisa memetakan negara non tradisional selain Amerika Serikat dan Cina," kata Fithra di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 24 Mater 2018.

Baca:Perang Dagang AS - Cina, Darmin: Imbasnya Tak Selalu Negatif

Pada Kamis 22 Maret 2018, Presiden Amerika, Donald Trump menandatangani Surat Keputusan sebagai jalan untuk menerapkan tarif perdagangan senilai US$ 60 miliar bagi seluruh barang Cina yang masuk ke negaranya.

Merespon Trump, Kementerian Perdagangan Cina akan menerapkan tarif sebesar US$ 3 miliar atas impor baja dan aluminium asal AS. Cina juga akan menerapkan tarif tambahan 15 persen terhadap produk AS termasuk buah kering, anggur dan pipa baja serta tambahan 25 persen untuk produk daging babi dan aluminium daur ulang.

Sebanyak 128 produk AS telah telah didaftarkan Cina untuk dikenakan tarif jika kedua negara tak bisa mencapai kata sepakat soal tarif dagang. Cina dikabarkan akan menerapkan pemberian tarif tersebut secara bertahap.

Pertama, pemberian tarif 15 persen untuk 120 produk Amerika Serikat termasuk pipa baja dan minuman anggur sebesar US$ 977 juta atau sekitar Rp 13,5 triliun. Kedua, memberikan tarif lebih tinggi yakni 25 persen sebesar US$ 1,99 miliar atau sekitar Rp 27 triliun untuk produk babi dan aluminium.

Fithra mengatakan pemerintah harus membuat langkah antisipasi atas situasi perdagangan itu. Selain melirik alternatif partner dagang, pemerintah juga harus mengantisipasi dampak pada sektor finansial. "Harus ada bauran kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah," katanya.

Fithra menjelaskan, potensi dampak finansial muncul karena Cina mengancam akan mengevaluasi kepemilikan surat utangnya terhadap AS. Menurut dia, evaluasi tersebut berpotensi menimbulkan keguncangan pasar obligasi yang berdampak pada meningkatnya prospek suku bunga internasional. "Secara fundamental akan mempengaruhi kondisi perusahaan yang di IHSG," katanya.

Selain itu, Fithra mengatakan pemerintah juga harus menguatkan sektor industri regionalnya. Penguatan industri dalam negeri dilakukan guna mengantisipasi jika perang dagang berlangsung panjang.

Baca berita lainnya tentang Perang Dagang di Tempo.co.

Berita terkait

Di Forum AIFED, Sri Mulyani Sebut Fragmentasi Ekonomi Dunia Semakin Meningkat

6 Desember 2023

Di Forum AIFED, Sri Mulyani Sebut Fragmentasi Ekonomi Dunia Semakin Meningkat

Sri Mulyani mengatakan telah terjadi perubahan cara pandang dalam memandang proses hubungan internasional, perdagangan.

Baca Selengkapnya

Jurnalisnya Ditahan di Cina, PM Australia Bersiap ke Beijing

25 Juni 2023

Jurnalisnya Ditahan di Cina, PM Australia Bersiap ke Beijing

Perdana Menteri Australia segera bertolak ke Cina untuk membahas hubungan bilateral kedua negara.

Baca Selengkapnya

Bahlil Paparkan 4 Goncangan Global Ancam Perekonomian Indonesia Sejak 2018

5 Oktober 2022

Bahlil Paparkan 4 Goncangan Global Ancam Perekonomian Indonesia Sejak 2018

Menteri Bahlil menyatakan sedikitnya ada empat goncangan global yang mengancam perekonomian Indonesia terjadi dalam kurun 2018 hingga 2022.

Baca Selengkapnya

Sebut Kondisi Global Sangat Gelap, Bahlil Uraikan Banyaknya Fakta Ketidakpastian

4 Oktober 2022

Sebut Kondisi Global Sangat Gelap, Bahlil Uraikan Banyaknya Fakta Ketidakpastian

Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Bahlil Lahadalia mengungkapkan kondisi global saat ini sangat gelap.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat dan Uni Eropa Sepakat Akhiri Perang Tarif Baja Era Donald Trump

31 Oktober 2021

Amerika Serikat dan Uni Eropa Sepakat Akhiri Perang Tarif Baja Era Donald Trump

Amerika Serikat dan Uni Eropa sepakat untuk mengakhiri perang tarif untuk baja dan aluminium AS yang diberlakukan oleh mantan Presiden Donald Trump.

Baca Selengkapnya

Rencana 6G Huawei Dirilis 2030, Kecepatan 50 Kali Lipat 5G

16 April 2021

Rencana 6G Huawei Dirilis 2030, Kecepatan 50 Kali Lipat 5G

Menunjukkan kemajuan yang telah dibuat Huawei, bahkan saat perusahaan itu di puncak pembatasan ketat oleh Amerika Serikat dan beberapa sekutunya.

Baca Selengkapnya

Boeing Minta Urusan HAM dan Sengketa Dagang Tak Dicampur

1 April 2021

Boeing Minta Urusan HAM dan Sengketa Dagang Tak Dicampur

Boeing meminta agar ada pemisahan antara permasalahan HAM dengan sengketa dagang sehingga tidak ada kesempatan bagi kompetitor untuk ambil untung

Baca Selengkapnya

5 Hal Seputar Krisis Chip Dunia, Pandemi Bukan Satu-satunya Penyebab

22 Maret 2021

5 Hal Seputar Krisis Chip Dunia, Pandemi Bukan Satu-satunya Penyebab

Berikut 5 hal yang harus diketahui seputar kelangkaan suplai chip di dunia saat ini

Baca Selengkapnya

Perang Dagang Amerika Cina Belum Reda, Ini Kebijakan Mendag Lutfi

31 Januari 2021

Perang Dagang Amerika Cina Belum Reda, Ini Kebijakan Mendag Lutfi

Mendag Muhammad Lutfi mengatakan Indonesia akan terus menjalin hubungan bilateral dengan Amerika Serikat dan Cina

Baca Selengkapnya

Joe Biden Menang, Indef: Perang Dagang Akan Tetap Ada dan Tensinya Meningkat

9 November 2020

Joe Biden Menang, Indef: Perang Dagang Akan Tetap Ada dan Tensinya Meningkat

Peneliti Indef Andry Satrio Nugroho memperkirakan tensi perang dagang Amerika Serikat dan mitranya belum akan mereda meski Joe Biden menang.

Baca Selengkapnya