Bank Indonesia Sebut Pelonggaran Suku Bunga Acuan Terbatas
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Dewi Rina Cahyani
Rabu, 7 Februari 2018 20:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan potensi pelonggaran suku bunga acuan tahun ini sangat terbatas. Menurut dia, suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate saat ini sudah cukup untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan pemulihan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Peluang pelonggaran sudah tipis, tapi kami tetap mendukung dengan kebijakan makroprudensial dan kebijakan non-interest lainnya," katanya setelah menghadiri acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2018 di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu, 7 Februari 2018.
Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 4,25 persen sejak Oktober 2017. Terakhir, Bank Indonesia mengumumkan penurunan suku bunga acuan pada 22 September 2017, dari level 4,5 persen pada 22 Agustus 2017. Jadi Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sekitar lima kali, dari level semula 5,5 persen pada 21 April 2016.
Agus menuturkan, selama Januari 2018, Bank Indonesia sudah mantap mempertahankan suku bunga acuan di level 4,25 persen. Namun ia mengakui Bank Indonesia tetap akan mengamati kondisi lain pada Februari 2018. "Kami tetap mempertimbangkan negara maju lainnya yang sudah menaikkan suku bunga. Harga minyak dunia yang terus naik juga ikut kami waspadai," ujarnya.
Agus mengatakan Bank Indonesia juga terus mengamati pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Dalam tiga bulan terakhir, ekonomi Amerika terus membaik dengan ikut naiknya inflasi di negara tersebut. Ia menyadari, di Amerika, Fed Fund Rate telah naik lima kali dalam dua tahun terakhir. "Tapi Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan yang saat ini," ucapnya.
Adapun kebijakan makroprudensial yang dilakukan Bank Indonesia, kata dia, adalah memperluas perhitungan rata-rata giro wajib minimum atau GWM Averaging ke denominasi valas di bank umum. "Besaran GWM Averaging pun dinaikkan menjadi dua persen dari total GWM Primer 6,5 persen terhadap dana pihak ketiga untuk simpanan rupiah di bank umum," tuturnya.
Chairman of Advisory Board Mandiri Institute Chatib Basri mengatakan sebenarnya stabilitas makroekonomi Indonesia dan sistem keuangan Indonesia saat ini memang tidak terlalu bermasalah. "Cuma persoalannya, kenapa ekonomi hanya tumbuh di angka 5 persen? Kalau kata Presiden, kenapa enggak bisa lari lebih cepat lagi?" katanya.
Chatib menuturkan percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia memang tidak cukup hanya mengandalkan instrumen makro. Pemerintah meski mencari inovasi kebijakan lain dari sekadar menggenjot belanja pemerintah. "Salah satunya lewat manufaktur, sekarang waktu yang pas, karena ekonomi global, termasuk ekonomi Amerika, tengah membaik," ujarnya.