Bitcoin, Bappebti Berpedoman pada Otoritas Komoditas Amerika
Reporter
Dias Prasongko
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 17 Januari 2018 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mempertimbangkan bitcoin masuk pada bursa komoditi berjangka. Institusi tersebut kini tengah mengerjakan kajianya yang ditargetkan selesai sebelum Juli 2018.
CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan mengatakan kajian Bappebti tersebut adalah hal yang wajar. Hal ini, menurut Oscar, karena Bappebti sendiri berpedoman pada otoritas komoditas dan future trading di Amerika (CFTC) yang notabene sudah melegalkan future bicoin di bursa komoditas resmi.
“Dan memang kan negara Amerika mengambil keputusan tersebut lewat pembelajaran mendalam,” kata Oscar kepada Tempo, Selasa, 16 Januari 2018.
Sebelumnya, BI melarang penggunaan mata uang virtual sejenis Bitcoin sebagai alat pembayaran. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Eni V. Panggabean, mengatakan larangan itu dibuat untuk melindungi masyarakat. "Mata uang virtual ini memiliki risiko tinggi merugikan konsumen dan mengganggu kestabilan ekonomi," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin, 15 Januari 2018.
Risiko tersebut terlihat dari karakteristik mata uang virtual yang tidak memiliki penanggung jawab dan aturan yang jelas. Mata uang tersebut tidak memiliki standar internasional untuk memastikan keamanannya dan ketentuan mengenai harga. Situasinya berbeda dengan rupiah yang memiliki kepastian hukum, seperti dari undang-undang dan bank sentral.
Meski penggunaannya sebagai alat pembayaran jelas dilarang, Bank Indonesia bersama kementerian dan lembaga lain tengah membahas aturan mata uang virtual sebagai komoditas. Pihak yang terlibat antara lain Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), hingga Kementerian Perdagangan.
Kepala Pusat Program Transformasi BI Ony Widjanarko mengatakan mereka tengah menggali data dari mata uang virtual, seperti bitcoin. "Kami terus koordinasi cari data. Kan datanya tidak gampang," kata dia. Belum lagi, tak semua pihak memiliki perspektif yang sama. Ony menuturkan ada yang melihat mata uang virtual sebagai komoditas, mata uang, dan aset.