Rencana Joint Venture LRT Dibatalkan, Ini Alasan Luhut
Reporter
Bisnis.com
Editor
Yudono Yanuar
Jumat, 8 Desember 2017 22:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memastikan pembatalan rencana joint venture pembangunan LRT Jabodebek antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan rencana joint venture dibatalkan karena pemerintah akan bertumpu pada Peraturan Presiden Nomor 49/2017 tentang LRT Jabodebek. Adapun nilai proyek juga dianggarakan senilai Rp29,9 triliun.
Baca Juga: Tolak Usul Rini, Luhut: PT KAI Penyelenggara Proyek LRT
“Tidak bisa, karena tidak bisa pemerintah memberikan guarantee, tidak bisa JV (joint venture) karena tidak berkeseimbangan antara Adhi Karya dan PT Kereta Api Indonesia,” ujar Luhut di Gedung BPPT, Jumat, 8 Desember 2017.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sesuai Perpres 49/2017 maka pemerintah memutuskan PT KAI sebagai penyelenggara prasarana dan sarana proyek kereta api ringan atau light rail transir (LRT) dan menerima penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp7,6 triliun.
“Seperti dilihat sesuai UU APBN 2018, Adhi Karya menerima PMN senilai Rp1,4 triliun dan PT KAI dalam hal ini mendapatkan PMN senilai Rp7,6 triliun,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, subsidi selama 12 tahun ke depan akan diberikan untuk menunjang PT KAI dalam mengembalikan pinjaman untuk penyelesaian proyek LRT.
Sri Mulyani menyebutkan financial closing akan dilakukan bersama seluruh lembaga keuangan terkait untuk mendanai sesuai formula yang telah disepakati.
Sri Mulyani juga menjelaskan tentang proyek transit oriented development (TOD), dalam hal ini Adhi Karya memiliki aset TOD dan tiket penumpang yang harus dikerjasamakan secara transparan.
Direktur Utama PT Adhi Karya, Budi Harto, mengatakan progress pembangunan LRT Jabodebek saat ini mencapai 27 persen. Adapun biaya yang sudah dikeluarkan Rp5,2 triliun.
Budi Harto mengatakan Adhi Karya akan memiliki investasi untuk membiayai depo. Total kebutuhan investasi senilai Rp4,2 triliun.
Nantinya, pengembangan TOD itu akan berkontribusi memberikan pemasukan bagi perseroan.
Menurut Budi Harto, KAI akan menyewa TOD tersebut. Meskipun demikian, sebagai pengembang TOD, hasil TOD juga tetap akan dialokasikan ke KAI, namun sarana tetap membayar kepada Adhi Karya.
Beberapa lokasi TOD kata Budi Harto berada di Bekasi Timur, Ciracas, dan Cibubur.
“Ini [TOD] akan disewa oleh KAI. Tidak ada joint venture jadi disewakan. Investasi untuk depo dan 17 stasiun itu Rp4,2 triliun,” tuturnya.
Adapun porsi pembiayaan LRT Jabodebek ini dengan sisa Rp2,8 triliun di luar PMN akan didapatkan dari sindikasi Bank Mandiri.
Budi Harto menjelaskan penerbitan sindikasi tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat mengingat target financial closing menjadi 21-22 Desember 2017.
Tenggat waktu pengembalian pinjaman tersebut berlangsung selama 12 tahun.
“Bunganya nanti 8,2 persen. Financial closing nanti tidak diberikan bersamaan dengan KAI, sudah dirapatkan dengan Mandiri eksekusinya,” ujar Budi.
Baca juga: Dana LRT Bengkak, Menteri Rini Ajukan Bikin Perusahaan Gabungan
Direktur Logistik dan Pengembangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Budi Noviantoro mengatakan pihaknya menunggu keputusan pemerintah melalui financial closing sebelum akhir tahun untuk melakukan eksekusi. “Sebelum Natal. Nanti dibayarkan sesuai, secepatnya sebelum akhir tahun,” ujar Budi Noviantoro.
Proyek LRT Jabodebek ditargetkan bisa beroperasi pada akhir 2019 dengan rute Cibubur-Cawang, Cawang-Dukuh Atas, dan Bekasi Timur-Cawang.
BISNIS.COM