TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot mengatakan PT Freeport Indonesia sudah dapat menawarkan saham (divestasi) mulai 14 Oktober nanti.
"Setelah menerima penawaran itu pemerintah punya waktu 90 hari negosiasi dengan Freeport apakah harganya wajar atau tidak," kata Bambang di kantor Direktorat Jenderal Kelistrikan Kementerian ESDM, Kamis, 8 Oktober 2015.
Setelah mengevaluasi harga kewajaran, Kementerian ESDM akan menyerahkan teknis divestasi ke Kementarian Keuangan. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dapat memutuskan membeli saham Freeport atau tidak. Jika pemerintah tak tertarik membeli saham tersebut, Badan Usaha Milik Negara dapat membeli saham. Jika tidak ada BUMN yang membeli, maka ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Daerah.
Skema divestasi ini akan tercantum dalam peraturan Menteri ESDM setelah revisi Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara terbit. Berdasarkan beleid tersebut porsi kewajiban divestasi Freeport sebesar 30 persen karena termasuk dalam kegiatan pertambangan bawah tanah (underground).
Skema pelepasan saham PT Freeport Indonesia ke bursa saham belum bisa dilakukan saat ini. Sebab, cara tersebut belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. "Sampai saat ini aturan baru mensyaratkan pelepasan ke BUMN, BUMD, atau swasta," ujar Bambang.
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mendesak perusahaan asing yang mengambil sumber daya alam Indonesia untuk terdaftar di bursa efek. "Kalaupun warga negara asing, kan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Tolong listed di sini buat kita semua," kata dia, Kamis, 1 Oktober 2015.
Tito mengatakan saat ini ada 16 perusahaan asing yang sedang diperiksa oleh bursa. "Ada Freeport, Wilmar, Newmont dan perusahaan lain total 16 saya belum bisa sebutin, kami sekarang lagi survei. Tapi yang pasti tiga perusahaan itu," ujar dia. Tito meminta agar 16 perusahaan tersebut mau melakukan divestasi melalui bursa.
Selain keuntungan akan bisa kembali, kata Tito, minimal di Indonesia rakyat punya kesempatan untuk ikut memiliki saham-sahamnya. Jika perusahaan-perusahaan tersebut terdaftar di bursa, lanjut Tito, minimal Indonesia mendapatkan keuntungan melalui pajak dan transaksi di pasar modal. “Dampaknya bagi indeks dan kapitalisasi market."
ALI HIDAYAT