TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui ada kemungkinan target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN-Perubahan 2015 sebesar Rp 1.295 triliun pada akhir tahun tidak tercapai.
"Kami sudah hitung dengan skenario pesimistis. Penerimaan pajak shortfall-nya (bisa mencapai) Rp 120 triliun," katanya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu malam.
Menkeu menjelaskan perkiraan tersebut merupakan skenario terburuk apabila upaya ekstensifikasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tidak berjalan efektif dan kondisi global belum membaik hingga akhir tahun.
Selain itu, penyerapan belanja juga diprediksi tidak sesuai perkiraan awal karena realisasi belanja kementerian lembaga yang lebih rendah atau hanya mencapai kisaran 92 persen hingga 93 persen dari pagu yang ditetapkan.
Namun Menkeu menyakini defisit anggaran masih berada dalam kisaran 1,9 persen hingga 2,2 persen terhadap PDB. Pemerintah mengantisipasi kemungkinan pelebaran defisit tersebut dengan memanfaatkan pinjaman multilateral dan bilateral atau menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL).
"Dua hal itu yang sepertinya berisiko, sehingga nanti realisasinya tidak sama dengan APBN yang sudah diundang-undangkan. Secara umum outlook dari APBN-P masih aman dan terkelola. Perkiraan defisitnya 1,9-2,2 persen. Memang masih ada pelebaran defisit, tapi sama seperti tahun lalu," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menkeu mengatakan realisasi pendapatan negara hingga 22 Mei 2015 baru terkumpul Rp 508,6 triliun atau 28,9 persen dari target dalam APBN-Perubahan 2015 sebesar Rp 1.761,6 triliun.
Penerimaan perpajakan baru tercapai Rp 416,8 triliun atau 28 persen dari target. Realisasi tersebut lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 422,2 triliun atau 33,9 persen dari APBN-P.
Di lain pihak, realisasi belanja negara mencapai Rp 552,5 triliun atau 27,8 persen dari pagu sebesar Rp 1.984,1 triliun. Belanja tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 310,8 triliun yang terbagi atas belanja kementerian lembaga Rp 138,3 triliun dan belanja non-kementerian lembaga Rp 172,5 triliun.
"Belanja kementerian lembaga ada keterlambatan, salah satunya karena APBN-P baru disepakati pertengahan Februari. DIPA cair baru pertengahan Maret dan ada perubahan nomenklatur utamanya Kemendikbud, sehingga pencairan baru bisa akhir April," ia menjelaskan.
ANTARA