TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Pelayaran memutuskan mualim I Kapal Norgas Cathinka bersalah dalam insiden tabrakan kapal Norgas Cathinka dan Bahuga Jaya, akhir September 2012 lalu.
"Dalam amar putusan, Mahkamah Pelayaran memutuskan bahwa mualim I telah lalai mengikuti aturan Pasal 16 junto Pasal 8 huruf a, b, d, dan e Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut Tahun 1972," kata Ketua Mahkamah Pelayaran, Boedhi Setiadji, saat dihubungi, Selasa, 11 Desember 2012.
Pasal tersebut mewajibkan mualim I kapal Norgas melakukan tindakan segera untuk mencegah terjadinya tubrukan kapal. Mualim, kata Boedhi, juga dinyatakan lalai tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan kecakapan pelayaran yang baik. “Artinya, secara profesional, mualim telah bersalah dan menyalahi ketentuan pelayaran internasional.”
Mahkamah Pelayaran dalam amar putusannya juga menyatakan bahwa tubrukan antara kedua kapal tersebut disebabkan Norgas tidak melakukan upaya mencegah tubrukan secara dini dan tegas. Sehingga kapal terjebak pada situasi kritis dan ragu dan menyebabkan terjadinya tubrukan kedua kapal.
"Seluruh amar putusan tersebut kami dapatkan setelah mendengarkan seluruh kesaksian dan melihat bukti-bukti tubrukan kapal," kata Boedhi.
Untuk itu, Budi membantah bahwa Mahkamah Pelayaran tidak menggunakan data valid dalam memutus kasus pelanggaran kode etik pelayaran tersebut. Sebelumnya, Norgas memang menuding Mahkamah Pelayaran tidak menggunakan data valid, seperti VDR kapal, dalam dasar pengambilan putusannya.
Boedhi mengatakan, dari fakta persidangan, terlihat bahwa Norgas lambat memutuskan manuver kapalnya sebelum tubrukan terjadi. Dari gambar simulasi Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) mengenai tubrukan, katanya, terlihat bahwa kapal Norgas merupakan pihak yang melihat adanya potensi tubrukan terlebih dahulu karena melihat lambung kapal lawan terlebih dahulu. Sehingga, seharusnya, mereka melakukan serangkaian kegiatan atau mematikan mesin sama sekali untuk menghindari tabrakan.
"Namun nyatanya, kapal Norgas malah terlihat ragu-ragu untuk menghentikan kapalnya secara total atau berbelok. Mereka akhirnya membelokkan kapal di saat kritis dan sangat sedikit," kata Boedhi.
Keraguan tersebut juga menghinggapi kapal Bahuga. Pihak Bahuga akhirnya memilih untuk berbelok, yang ternyata malah mengakibatkan tubrukan.
Walau demikian, Boedhi mengakui dirinya tidak menggunakan VDR kapal Norgas dalam persidangan. Namun, menurutnya, hal tersebut tidak menjadi masalah karena putusan hakim juga didasarkan pada fakta persidangan, bukti-bukti, saksi ahli, dan dibantu oleh simulasi BKI.
"Sudah biasa jika pihak yang merasa tidak puas dengan putusan persidangan membantah semua fakta persidangan yang muncul dan amar putusan yang telah dibacakan," kata Boedhi. Ia mengatakan, putusan Mahkamah Pelayaran tersebut sudah final dan bersifat mengikat.
Sementara nakhoda Norgas dan nakhoda Bahuga dinyatakan tidak bersalah. Nakhoda Norgas dianggap telah memenuhi ketentuan Pasal 98 huruf c UNCLOS dan nakhoda Bahuga telah memenuhi Pasal 34 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Kedua ketentuan tersebut menyatakan mereka telah melakukan serangkaian kegiatan untuk mencegah tubrukan. Sedangkan mualim I Norgas, Su Ji Bing, yang merupakan warga negara Cina, direkomendasikan untuk dicabut sertifikasi pelayarannya oleh pemerintah Cina.
RAFIKA AULIA
Berita Terpopuler:
Habibie Pengkhianat Bangsa, Ini Tulisan Lengkapnya
SBY Marah, Alex Noerdin di Amerika Serikat
Disebut Pengkhianat Bangsa, Habibie Center Santai
Partai Demokrat Digerogoti Anak Kos
Joko Widodo Tundukkan Sutiyoso