TEMPO Interaktif, Jakarta - Kurator memutuskan menunda masa verifikasi piutang yang dimiliki kreditur terhadap PT Istaka Karya (Persero) hingga 30 September 2011. Sebelumnya, verifikasi tersebut dilaksanakan dan ditargetkan rampung dalam rapat verifikasi piutang hari ini, Kamis 22 September 2011, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Kami putuskan menunda mengingat jumlah krediturnya cukup banyak. Dari sisi Istaka Karya sebagai debitur juga masih butuh waktu mengumpulkan data-data proyeknya. Agar tidak merugikan kreditur, kami minta ini ditunda," kata Kurator Istaka Karya, Jimmy Simanjuntak, hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Verifikasi piutang ini sendiri terkait rencana perdamaian Istaka Karya terhadap kepailitan yang diajukan krediturnya. Sebelumnya Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang mengabulkan permohonan pailit Istaka Karya yang diajukan oleh salah satu kreditornya, yaitu PT Japan Asia Investment Company (JAIC) Indonesia, berdasarkan Nomor 124 K/Pdt.Sus/2011 tertanggal 22 Maret 2011.
Istaka Karya diajukan pailit karena dianggap belum membayar utang sebesar US$ 7,5 juta kepada JAIC. Commercial paper tersebut dikeluarkan pada Desember 1998, yang terdiri dari 7 lembar senilai US$ 7 juta dan selembar senilai US$ 500 ribu. Dalam hal ini, pemegang pertama surat tersebut adalah Indover Bank. Sementara, JAIC mengklaim sebagai pemegang keempat surat tersebut.
Jika verifikasi piutang telah rampung dilaksanakan dan rencana perdamaian telah disampaikan, berdasarkan Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan dan Kewajiban Pembayaran Utang, maka pembicaraan terkait rencana perdamaian akan diputuskan selambat-lambatnya 21 hari ke depan.
Menurut Jimmy, jumlah aset yang dimiliki perusahaan saat ini rupanya tidak sebanding dengan besaran utang yang dimilikinya. Nilai buku dari aset perusahaan pada saat ini sekitar Rp 120 miliar, sementara jumlah krediturnya sekitar 290 kreditur dengan nilai utang diperkirakan mencapai Rp 1,19 triliun. "Oleh karena itu para kreditur meminta pemerintah ikut membantu dalam hal pembiayaan sehingga hak tagih para kreditur bisa dibayarkan secara penuh," kata Jimmy.
Usulan tersebut juga sebelumnya sempat disampaikan dalam pertemuan antara kurator dengan Deputi Bidang Usaha Logistik dan Manufaktur Kementerian BUMN, manajemen Istaka Karya, dan perwakilan karyawan. Namun begitu, belum ada titik temu terkait permasalahan tersebut. "Sikap pemerintah apakah akan mendukung sepenuhnya, belum kami bahas. Terkait hak karyawan juga begitu, masih dalam konteks pembicaraan di kementerian," lanjut Jimmy.
Selain verifikasi jumlah piutang para kreditur, para kurator mengaku masih fokus mengelola harta pailit. Bahkan meningkatkannya melalui penerusan proyek yang sudah berjalan. Nantinya keuntungan yang dihasilkan dari proyek tersebut akan digunakan untuk menambah harta pailit.
"Kami juga akan mengkaji apakah proyek-proyek tersebut masih layak dijalankan. Jika ada yang dinilai tidak memberikan profit, maka akan kami hentikan. Kami sangat terbuka, apapun saran dari pemerintah ataupun para kreditur," lanjut Jimmy.
EVANA DEWI