Massa gabungan dari kelompok pecinta alam, serta koalisi organisasi non pemerintah (ornop) lingkungan hidup seperti Walhi, WWF Indonesia dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), melakukan aksi demo didepan Kedubes Australia, Rabu (2/7) siang. Aksi demo ini, sebagai bentuk protes atas intervensi pemerintah Australia terhadap pemerinatah Indonesia dalam kasus kontrak karya pertambangan dikawasan hutan lindung Indonesia.
Menurut Hesti dari Walhi, berdasarkan informasi yang diperoleh dari ornop lingkungan hidup Australia yang bersumber dari senat Australia, ke Dubes Australia telah sembilan kali melakukan pertemuan dengan para pejabat Indonesia yang terkait dalam masalah ini. Hesti melihat, pemerintah Australia telah melakukan standar ganda mengenai tambang di hutan lindung. Publik di Australia menolak keras adanya pertambangan di kawasan hutan lindung, sehingga memaksa perusahaan-perusahaan tambang disana berhenti beroperasi, katanya. Namun beberapa perusahaan tambang di Australia seperti BHP- Biliton dan Rio Tinto justru berusaha memasuki kawasan hutan lindung Indonesia, dan pemerintah Autralia malah mendukung mereka.
Menurut Hesti, ada sekitar 150 situs dikawasan hutan lindung Indonesia yang berdasarkan kontrak karya akan ditambang. beberapa diantaranya, bahkan telah diusulkan oleh UNISCO untuk menjadi daerah warisan dunia (world heritage) seperti taman nasional lorentz, ujarnya. Hesti sendiri menyesalkan menteri negara lingkungan hidup yang akhirnya menyetujui masuknya 15 perusahaan tambang asing sedalam kawasan hutan lindung Indonesia. Seharusnya dia (Meneg Lingkungan Hidup) mempertahankan kawasan hutan lindung kita, dan bukannya kelihatan tidak percaya diri, tandasnya.
Rencananya besok 3 Juli, DPR akan melakukan penentuan mengenai disetujui atau tidaknya 15 perusahaan tambang asing beroperasi dikawasan hutan lindung Indonesia. Namun Deputi Direktur Walhi M. Ridha Saleh yang biasa disapa Edang, pesimis DPR akan menolak hal itu. Kelihatannya pemerintah sendiri sudah tunduk (ada perusahaan-perusahaan tambang asing). DPR pun hanya akan memanfaatkannya hal ini untuk kepentingan politiknya, prediksi Edang.
Malam ini, massa berencana akan menginap di gedung MPR/DPR RI, sebagai bentuk tekanan terhadap parlemen. Bila DPR ternyata tetap menyetujui, koalisi ornop LH akan menggalang pemerintah daerah dan masyarakat adat dikawasan hutan lindung itu, untuk mengirim surat memorandum yang berisi penolakan kepada pemerintah pusat. Hari ini 2 Juli, pemerintah provinsi Sulawesi Tengah akan mengirimkan surat penolakan ke pemerintah pusat, ujarnya.
Bila hal ini tetap tidak mempan, dia tidak menutup kemungkinan akan melakukan aksi blokade areal pertambangan dikawasan hutan lindung itu bekerja sama dengan masyarakat adat disana.
(Sita Planasari TNR)