Ilustrasi mata uang rupiah. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta - Kurs rupiah saat ini masih tertekan, khususnya akibat sentimen eksternal. Rupiah diprediksi masih akan stabil di kisaran 13.300 per dolar Amerika Serikat, meskipun beberapa kurs di Asia sudah mulai menguat pada perdagangan Selasa kemarin, 15 November 2016.
Analis Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan fokus kini beralih pada hasil pengumuman Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, yang digelar selama dua hari ke depan. BI diperkirakan masih akan menahan suku bunga acuan 7 days repo rate di level 4,75 persen.
"Fokus juga tertuju pada keputusan gelar perkara kasus Ahok pada hari ini," ujar Rangga, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 16 November 2017.
Menurut Rangga, gejolak eksternal yang yang menekan rupiah saat ini hanya bersifat sementara. Dia mengatakan BI masih aktif di pasar valuta asing dan Surat Utang Negara (SUN) untuk menstabilkan harga di tengah aliran keluar dana asing yang deras.
"Rupiah berpeluang mengoreksi depresiasinya hari ini walaupun secara umum tekanan eksternal terjaga," kata Rangga.
Dari sentimen global, Rangga berujar harga minyak naik tajam setelah spekulasi pemangkasan produksi oleh OPEC kembali menyeruak. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak itu pun akan kembali mengadakan pertemuan pada 30 November mendatang.
Data manufaktur Amerika Serikat juga dilaporkan membaik pasca kemenangan Donald Trump sebagai Presiden terpilih AS. Manufaktur AS meningkat dari -6,8 ke 1,5 hingga pertengahan November ini. Hal ini menjaga tren penguatan indeks dolar, yang hingga dini hari tadi bertahan di atas level 100.
"Meredanya shock di pasar global berpeluang mengoreksi pelemahan tajam kurs mayoritas negara berkembang," ujar Rangga.
Rangga menuturkan sentimen global lain yang perlu diperhatikan adalah data inflasi AS yang akan dirilis pada Jumat malam. "Itu akan menjadi konfirmasi atas spekulasi terhadap dampak kebijakan yang diambil oleh presiden terpilih AS Donald Trump."