TEMPO.CO, Yogyakarta – Tokoh masakan asli Yogyakarta gudeg, Yu Djum, meninggal pada Senin petang, 14 November 2016. Yu Djum, yang bernama asli Djuwariah, meninggal pada usia 81 tahun di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
Banyak pelayat sudah datang di rumah duka di Karangasem, Barek, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Perempuan yang bisa disebut sebagai ratu gudeg ini mempunyai banyak cabang rumah makan gudeg Yu Djum.
“Kondisi kesehatannya menurun sejak Jumat, meninggal karena memang sudah sepuh,” kata adik Yu Djum, Sabar Widodo, Selasa, 15 November 2016.
Sejak Jumat itu, ia dirawat di Rumah Sakit Bethesda karena menderita komplikasi penyakit darah tinggi. Selain itu, penyebab penyakit tersebut diyakini karena memang usianya sudah di atas 80 tahun. Orang Jawa biasa mengatakan gerah sepuh atau sakit karena sudah tua.
Alunan ayat-ayat suci Al-Quran menggema di perkampungan yang terkenal dengan kuliner gudeg itu. Pemakaman dilakukan pada 14.00 WIB di Pemakaman Umum Karangmalang, Caturtunggal, Depok, Sleman.
Perempuan itu meninggalkan 3 anak, 13 cucu, dan 8 buyut. Sementara seorang anaknya sudah meninggal pada 2013.
Tokoh kuliner khas Yogyakarta itu mempunyai empat rumah makan Yu Djum dan belasan rumah makan, yang dikelola oleh anak-cucu Yu Djum. Dia merintis rumah makan khas ini sejak 1950. Pertama merintis rumah makan gudeg di Wijilan, Kota Yogyakarta.
“Saya ada firasat. Saat saya menanak nasi, baunya tidak enak. Sepertinya mbakyu saya akan dipanggil Tuhan,” kata Sabar.
Pada Senin pagi, 14 November 2016, para karyawan gudeg Yu Djum berangkat ke Bandung. Para karyawan dengan tiga bus itu diberangkatkan untuk berekreasi. Memang setiap tahun para karyawan diajak jalan-jalan. Tetapi, sesampai di Bandung, ada kabar meninggalnya Yu Djum.
“Begitu ada kabar duka, semua balik ke Yogyakarta,” kata Bugik, salah seorang pemasak di Gudeg Yu Djum, di rumah duka.
Ia mengisahkan, perempuan itu tetap bekerja meskipun sakit. Resep masakan gudeg selalu dikontrol. Ia masih menumbuk bumbu. Ia juga masih mengelap daun pisang bungkus gudeg meskipun badan sakit.
“Meskipun sakit, beliau tetap bekerja. Jika tidak melakukan pekerjaan, kata dia, pekerjaan masih banyak dan tidak selesai-selesai.”
MUH SYAIFULLAH