Presiden Jokowi (tengah kiri) dan Ibu Negara Iriana (kiri) didampingi mantan Presiden SBY (kanan) melambaikan tangan kepada parade militer di Istana Negara, Jakarta, 20 Oktober 2014. AP/Mast Irham
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi, Enny Sri Hartati, menyatakan Presiden Joko Widodo tidak bisa disamakan dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu memandang hingga semester II 2015 Presiden Jokowi belum bekerja. "Apa yang mau dibandingkan," kata dia, Jumat, 28 Agustus 2015.
Salah satu kebijakan jangka pendek yang menjadi perhatian Enny ialah rencana pembelian kembali saham di pasar modal. Menurut dia, langkah itu tak beda seperti menyiram laut dengan garam. Pasalnya, pergerakan saham di pasar modal fluktuatif. "Lebih baik diberikan kepada sektor riil," kata dia.
Sebelumnya, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara mengenai situasi ekonomi saat ini. Ia meminta agar pemerintah waspada dan mengambil langkah yang tepat agar ekonomi Indonesia tidak makin memburuk. Ketua Umum Partai Demokrat itu mengingatkan agar solusi yang dipilih membawa efek positif bagi bangsa.
Kamis, 27 Agustus 2015, Presiden Jokowi mengumumkan rencananya mengeluarkan paket kebijakan besar untuk menggerakkan perekonomian yang saat ini mengalami gejolak. Paket kebijakan itu akan menyentuh sejumlah sektor, seperti keuangan, riil, sampai perubahan kebijakan yang diharapkan bisa mendatangkan valuta asing (valas) ke dalam negeri.
Sebelumnya, pemerintah juga sudah mengeluarkan enam kebijakan, yaitu penerbitan tax allowance, kebijakan seputar bea masuk antidumping sementara. Lalu pemerintah memberikan bebas visa kunjungan singkat kepada wisatawan, kewajiban penggunaan biofuel, dan penerapan letter of credit untuk produk sumber daya alam. Terakhir, restrukturisasi perusahaan reasuransi domestik.