Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan garbarata atau jembatan penyeberangan penumpang pesawat di lokasi pabrik PT. Bukaka Teknik Utama Tbk. di Bogor,(24/04). Bukaka mengekspor 40 unit garbarata ke India untuk fasilitas di tujuh bandara. TEMPO/Nick
TEMPO.CO, Jakarta - PT Bukana Teknik Utama Tbk, salah satu unit usaha Kalla Group kembali melantai di Bursa Efek Indonesia setelah sembilan tahun terdepak (delisting).
Direktur utama Bukaka, Irsal Kamaruddin mengatakan relisting yang dilakukan Bukaka untuk memenuhi segala kebutuhan pendanaan. "Kami berencana membangun smelter, di kuartal ketiga ini," kata Irsal di Gedung BEI, Jakarta, Senin, 29 Juni 2015.
Menurut Irsal, smelter, akan dibangun di Palopo dengan luas proyek sekitar 50 hektare. Pengerjaan proyek akan dilakukan oleh anak perusahaan PT Bukaka Mandiri Sejahtera.
Perseroan juga mengestimasi kebutuhan dana Rp 400 miliar dan akan menggandeng perusahaan asal Cina - yang tak disebutkan namanya - sebagai rekan kerja. Kapasitas nikel murni yang diharapkan dihasilkan smelter ini kelak 2.760 ton per tahun. PLTA Poso akan didapuk menjadi pasokan listrik smelter ini.
Di awal perdagangan, saham BUKK dibuka stagnan di angka Rp 590 per saham. Namun harga saham naik secara perlahan hingga menembus harga 866 per saham (naik 46,61 persen) di waktu rehat pukul 12.00 WIB. Bukaka menawarkan 2.640.452.000 lembar saham.
Total modal dasar perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur ini tercatat 10 miliar lembar saham atau Rp 3,38 triliun. Sedangkan modal yang ditempatkan dan disetor penuh Rp 892.472.776.000 dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 1,56 triliun.
Bukaka adalah emiten ke-delapan pada tahun 2015 ini dan menjadi emiten ke-513 dari daftar keseluruhan emiten yang ada. "Yang penting terbuka, agar para ivestor percaya, dan menjadikan Bukaka sebagai bisnis investasi yang menjanjikan," ujar Direktur Utama BEI, Tito Sulistio di tempat yang sama.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.